Rabu, 12 Oktober 2016

Variasi Individual dan Teori Perkembangan Peserta Didik

MAKALAH
VARIASI INDIVIDUAL DAN TEORI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

DISUSUN OLEH:

FAIZATUL MUHLISOH                  (2227150110)
MELAWATI SOFIANA                    (2227150111)
NOVIA INDRIANI                           (2227150092)
TEDI WAHYUDIN                           (2227150090)
TRY LAKSMI JUNIARTI                 (2227150093)

KELAS: PGSD/III C

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SULTAN AGENG TIRTAYASA



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
“Manusia“ adalah mahluk yang dapat di pandang dari berbagai sudut pandang.Sejak ratusan tahun sebelum Isa,manusia telah menjadi salah satu objek filsafat,baik objek formal yang memepersoalkan hakikat manusia objek materil yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dengan berbagai kondisinya.
Pada hakikatnya manusia merupakan pribadi yang utuh, khas, dan memiliki sifat-sifat sebagai mahluk individu. Istilah individu berasal dari kata individera berarti satu kesatuan organisme yang tidak dapat di bagi-bagi lagi atau tidak bias di pisahkan. Individu merupakan kata benda dari individual yang berarti orang atau peseorangan. Sejak lahir bahkan sejak masih di dalam kandungan ibunya, manusia merupakan kesatuan psikopisis (jasmani dan rohani) yang khas (unik) dan terus menerus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan sifat kodratik yang harus mendapat tempat dan perhatian. Mengingat pentingnya arti pertumbuhan dan perkembangan ini, persoalan yang berkaitan dengan hala itu akan di jelaskan secara khusus.
Makna pertumbuhan pada hakikatnya berbeda dengan makna perkembangan. Istilah pertumbuhan di gunakan untuk menyatakan perubahan kuantitatif mengenai aspek fisik atau biologis. Misalnya, fisik manusia mengalami pertumbuhan dari tubuh anak-anak menjadi remaja, kemudian dewasa. Bayi yang pada awalnya tidak bias berjalan, kemudian merangkak, berdiri, lalu dapat berjalan. Adapun istilah perkembanagn di gunakan untuk perubahan yang bersifat kualitataif mengenai aspek psikis atau rohani. Misalnya,anak yang semula tidak dapat membaca dan menulis setelah belajar di kelas 1 SD,ia bisa membaca dan menulis.Pada waktu masih kecil,ia mudah menangis tetapi setelah remaja dia tidak lagi mudah menangis. Dalam proses pertumbuhan, manusia memiliki berbagai pertumbuhan. Kebutuan itu dapat di bedakan menjadi dua, kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Pada awal kehidupannya, seorang bayi mengutamakan kebutuhan jasmaninya dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di luar dirinya. Ia sudah merasa senang bila kebutuhan fisiknya, seperti makan, minum dan kehangatan dapat terpenuhi. Dalam pertumbuhan dan perkembangan inilah tingkat kebutuhannya terus meningkat. Ia mulai membutuhkan teman, keamanan dan seterusnya. Semkain bertambah usianya, kebutuhan non fisiknya semkain banyak. Tentu saja, ia akan berusaha memenuhi kebutuhan hidup yang beraneka ragam.
Jadi, setiap individu dikatakan sebagai peserta didik apabila ia telah memasuki usia sekolah. Usia 4 sampai 6 tahun di taman kanak-kanak. Usia 6/7 tahun di sekolah dasar. Usia 13/16 tahun di SMP dan usia 16/19 tahun di SLTA.Maka dari itu, peserta didik adalah anak, individu, yang tergolong dan tercatat sebagai siswa di dalam satuan pendidikan.

B.   Rumusan Masalah
1.    Apakah Variasi Individu itu?
2.    Bagaimana Teori Perkembangan Peserta Didik?

C.   Tujuan
1.    Mengetahui apa itu variasi individu.
2.    Mengetahui bagaimana teori perkembangan peserta didik.








BAB II
PEMBAHASAN

A.   Variasi Individu
1.    Pengertian Peserta Didik
Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang menempai posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpan perhatian dalam semua proses transformasi yang di sebut pendidikan. Sebagai salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan, peserta didik ssering di sebut sebagai raw material (bahan mentah).
Dalam prespektif pedagogis, peserta didik di artikan sebagai sejenis makhluk “homo educandum”, makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam pengertian ini, peserta didik di pandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat laten, sehinga di butuhkan binaan dan bimbingan untuk mengaktualisasikanya agar ia dapat menjadi manusia suaila yang cakap.
Dalam prespektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang ada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju je arah titik optimal kemampuan fitrahnya (arifin, 1996).
Dalam presfektif undang-undang sistem pendidikan nasional no.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 4, “peserta didik di artikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
M. Hosnan, salah satu praktisi dan pemerhati pendidikan mengungkapkan bahwa peserta didik atau siswa merupakan individu yang belum bisa dikatakan dewasa. Ia memerlukan usaha, bantuan serta bimbingan seseorang untuk mencapai tingkat kedewasaannya.
Berdasarkan definisi tentang peserta didik yang di sebutkan di atas dapat di simpulkan bahwa peserta didik individu yang memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya:
1.      Peserta didik adalah individu Yng memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga ia merupakan insan yang unik. Potensi-potensi yang khas ini perlu di kembangkan dan di aktualisasikan sehinngga mampu mencapai tahap perkembangn yang optimal.
2.      Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang. artinya peserta didik tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya secara wajar, baik yang di tujukan kepada diri sendiri maupun yang di arahkan pada penyesuaian denga lingkunganya.
3.      Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusawi. Sebagai individu yang sedang berkembang, maka proses pemberian bantuan dan bimbingan perlu mengacu pada tingkat perkembanganya.
4.      Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Dalam perkembanganya peserta didik memiliki kemampuan untuk berkembang ke arah kedewasaan. Di samping itu, dalam diri peserta didik juga terdapat kecenderungan untuk melepaskan diri dari kebergantungan terhadap orang lain. Karena itu, setahap demi setahap orang tua atau pendidik perlu memberikan keempatan kepada peserta didik untuk mandiri dan bertanggung jawab sesuai dengan kepribadianya sendiri.

2.    Perbedaan Individual Peserta Didik
Setiap anak adalah unik. Keika kita memperatikan anak-anak di dalam ruang kelas, kita akan melihat perbedaan individual yang sangat banyak. Bahkan anak-anak dengan latar belakang usia hampir sama, akan memperhatikan penampilan, kemampuan, tempramen, minat dan sikap yang sangat beragam.
Dalam kajian psikologi, masalah individu mendapat perhatian yang besar, sehingga melahirkan suatu cabang psikologi yang di kenal dengan individual psychology, atau differential psychologi yang di kenal dengan individual psychology, atau differential psychology, yang memberikan perhatian besar terhadap penelitian teentang perbedaan antar individu. Ini di dasarkan atas kenyataan bahwa di dunia ini tidak ada yang persis sama. Bahkan anak kembar sekalipun masih di temukan adanya beberapa dimensi perbedaan di antara keduanya.
Dalam tinjauan psikologis islam, perbedaan individual tersebut di pandang sebagai realitas kehidupan manusia yang sengaja di ciptakan allah untuk dijadikan bukti kebesaran dan kesempurnaan ciptaa-Nya. Ketika menjelaskan tentang proses pencipataan, dalam surah al mu’minun ayat 12-14, alllah telah memberi isyarat akan perbedaan individual ini.
dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari satu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan sripati itu air mani (yang di simpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segmpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulan- belulang, lalu tulang-belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka sucilah ALLAH, pencipta yang paling baik “, (QS. Al-muminuun [23]: 12-14).
Kata-kata “makhluk (bentuk) lain “(khalaqan akhar) yang terkandung dalam ayat di atas mengindikasikan betapa manusia sebagai makhluk individu memiliki ciri-ciri khas, yang beda satu sama lain. Sejak zaman nabi adam, manusia pertama di ciptakan allah, hingga saat ini tidak di temukan seseorang dalam bentuk persis sama, meskipun masih dalam keturunan yang satu.
Jadi setiap manusia, apakah ia berada dalam suatu kelompok ataukah seorang diri, ia disebut individu. Individu menunjukan kedudukan seseorang sebagai perseorangan atau persona. Sebagai orang perorangan, individu memiliki sifat-sifat atau karakteristik yang menjadikanya berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan inilah yang di sebut dengan perbedaan individual (individual differences).
Ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik individual ini dapat berupa karakteristik bawaan sejak lahir dan dapat pula berupa karakteristik yang di peroleh dari hasil lingkungan. Seorang bayi yang baru lahir misalnya, merupakan perpaduan dari dua garis keturunan, keturunan ayah dan keturunan ibu. Sejak masa konsepsi awal di dalam kandungan ibu, secara berkesinambungan ia di pengaruhi oleh bermacam-macam faktor lingkungan yang merangsang. Masing-masing peran tersebut, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama dengan perangsang yang lain, mempengaruhi perkembangan potensi-potensi biologis, pada giliranya menjelma menjadi pola tingkah laku yag dapat mewujudkan seseorang menjadi individu yang berkarakteristik berbeda dengan individu-idividu yang lain.
Secara umum, perbedaan individual dapat atas dua, yaitu perbedaan secara vertikal dan perbedaan secara horizontal. Perbedaan vertikal adalah perbedaan individu dalam aspek jasmaniah, seperti bentuk, tinggi, brsar, kekuatan, dan sebagainya. Sedangkan perbedaan horizontal adalah perbedaan individu dalam aspek mental, seperti: tingkat kecerdasan, bakat, minat, ingatan, emosi, tempramen, dan lain sebagainya. Berikut ini akan di uraikan beberapa aspek perbedaan individu peserta didik tersebut.
·         Perbedaan fisik-motorik
Perbedaan individual dalam fisik tidak hanya terbatas pada aspek-aspek yang teramati oleh pancaindra, seperti: bentuk atau tinggi badan, warna kulit, warna mata atau rambut, jenis kelamin, nada suara atau bau keringat, melainkkan juga mencakup aspek-aspek fisik yang tidak di amati melalui pancaindra, tetapi hanya dapat di ketahui setelah di adakan pengukuran, seperti usia, kekuatan badan atau kecepatan lari, golongan darah, pendengaran, penglihatan, dan sebagainya.
Aspek fisik lain dapat di lihat dari kecakapan motorik, yaitu kemampuan melakukan koordinasi kerja sistem syaraf motorik yang menimbulkan reaksi dalam bentuk gerakan-gerakan atau kegiatan secara tepat, sesuai antara rangsangan dan responssnya. Dalam hal ini, akan di temui ada anak yan cekatan dan terampil, tetapi ada juga anak yang lamban dalam mereaksi sesuatu.
Perbedaan aspek fisik juga dapat di lihat dari kesehatan peserta didik, seperti kesehatan mata, telinga, yang berkaitan langsung dengan penerimaan materi di kelas. Dalam hal kesehatan mata misalnya, akan di temui adanya peserta didik yang mengalami gangguan penglihatan, seperti: rabun jauh, rabun dekat, rabun malam, buta warna, dan sebagainya. Sedangkan dalam hal kesehatan teliinga, akan di temui adanya peserta didik yang mengalami penyumbatan pada saluran liang telinga, ketegangan pada gendang telinga, terganggunya tulag-tulang pendengaran, dan sebagainya.
·         Perbedaan Intelegensi
Intelegensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran antara intelektual dan merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada tingkatan yang lebih tinggi. Secara umum intelegensi dapat di pahami sebagai kemempuan untuk beradaptasi dengan situasi baru secara cepat dan efektif, kemampuan ntuk menggunakan konsep yang abstrak secara efektif, dan kemampuan untuk memahami hubungan dan mempeajari dengan cepat.
Dalam proses pendidikan di sekolah, intelegensi di yakini sebagai unsur penting yang sangat menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Namun intelegensi merupakan salah satu aspek perbedaan individual yang perlu di cermati. Setiap peserta didik memiliki intelgensi yang berlainan. Ada anak yang memilliki intelegensi tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengetahui tinggi rendahanya intelegensi peserta didik, para ahli telah mengembangkan instrumen yang di kenal dengan “tes intelegensi”, yang kemudian lebih populer dengan istilah intellegence quotient, di singkat IQ. Berdasarkan hasil tes intelegensi ini, peserta didik dapat di klasifikasi sebagai 
a.    Anak genius
IQ di atas 140
b.    Anak pintar
110-140
c.    Anak normal
90-110
d.    Anak kurang pintar
70-90
e.    Anak debil
50-70
f.     Anak dungu
30-50
g.    Anak idiot
IQ di bawah 30
Sejumlah hasil penelitian menujukan bahwa prasentase orang yang genius dan idiot sangat kecil, dan yang terbanyak adalah anak normal. Genius adalah sifat bawaan yang luar bisa yang dimiliki seseorang, sehingga ia mampu mengatasi kecerdasan orang-orang bisa dalam bentuk pemikiran dan hasil karya. Sedangkan idiot atau pandir adalah penderita lemah otak, yang memiliki kemampuan berpikir setingkat dengan kkecerdasan anak yang berumur tiga tahun (mursal, 1981).
Dengan adanya perbedaan individual dalam aspek intelegensi ini, maka guru di sekolah akan mendapati anak dengan kecerdasan yang luar biasa, anak yang mampu menyelesaikan masalah dengan cepat, mampu berfikir abstrak dan kreatif. Sebaliknya, guru juga akan menghadapi anak-anak yang kurang cerdas, sangat lambat dan bahkan hampir tidak mampu mengatasi satu masalah yang mudah sekalipun.
·         Perbedaan Kecakapan Bahasa
Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting proses belajar di sekolah. Kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan buah fikiranya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang bermakana, logis dan sistemaatis. Kemampuan berbahasa anak berbeda-beda, ada anak yang dapat berbicara dengan lancar, singkat dan jelas, tetapi ada pula anak yang gagap, berbicara berbelit-belit dan tidak jelas.
Perbedaan individual dalam perkembangan dan kecakapan bahasa anak ini menjadi wilayah pengkajian dan penelitian yang menarik bagi sejumlah psikolog dan pndidik. Banyak penelitian eksperimental telah di lakukan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam penguasa bahasa anak. Dari sejumlah hasil penelitian tersebut di ketahui bahwa faktor nature dan nurture (pembawaan dan lingkungan) sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak. berhubungan faktor-faktor nature dan nurture individu itu bervariasi, maka pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa juga bervariasi. Karena itu, tidak heran kalau antara individu yang satu dan individu lainnya berbeda dalam kecakapan bahasanya. Perbedaan kecakapan bahasa anak ini sangat di pengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor kecerdasan, pembawaan, lingkungan, fisik, terutama organ bicara dan sebagainya.
·         Perbedaan Psikologis
Perbedaan individual peserta didik juga terlihat dari aspek psikologisnya. Ada anak yang mudah tesenyum, ada anak yang gampang marah, ada yang berjiwa sosial, ada yang sangat egoistis, ada yang cengeng, ada yang pemalas, ada yang rajin, ada yang pemurung, dan sebagainya.
Dalam proses pendidikan di sekolah, perbedaan aspek psikologisnya ini sering menjadi persoalan, terutama aspek psikologis yang menyangkut masalah minat, motivasi dan perhatian peserta didik terhadap materi pelajaran yang di sajikan oleh guru. Dalam penyajian suatu materi pelajaran guru sering menghadapi kenyataan betapa tidak semua peserta didik yang mampu menyerapnya secara baik. Realitas ini mungkin di sebabka oleh cara penyampaian guru yang kurang tepat atau menarik, dan mungkin pula disebabkan oleh faktor psikologis peserta didik yang kurang memperhatikan. Secara fisik mungkin terlihat bahwa perhatian peserta didik terarah pada pembicaraan guru. Namun secara psikologis, pandangan mata atau kondisi tubuh mereka yang terlihat duduk dengan rapi dan tenang belum dapat di pastikan bahwa mereka memperhatikan semua penjelasan guru. bisa saja pandangan mata anak hanya terarah pada gerak, sikap dan gaya mengajar guru, tetapi dalam pikiranya terarah pada masalah lain yang lebih menarik minat dan perhatianya.
Persoalan psikologis memang sangat kompleks dan sangat sulit di pahami secara tepat, sebab menyangkut apa yang ada di dalam jiwa dan perasaan peserta didik. Meskipun demikian, bukan berarti seorang guru mengabaikan begitu saja. Tanpa berusaha untuk memahaminya. Guru di tuntut untuk mampu memahami fenomena- fenomena psikologis peserta didik yang rumit tersebut. Salah satu cara yang mungkin dilakukan dalam menyelami aspek psikologis peserta didik ini adalah dengan melakukan pendekatan kepada peserta didik secara pribadi. Guru harus menjalin hubungan yang akrab dengan peserta didik, sehingga mereka mau mengungkapkan isi hatinya secara terbuka. Dengan cara ini memungkinkan guru untuk dapat mengenal siapa sebenarnya peserta didik sebagai individu, apa keinginan-keinginannya, kebutuhan- kebutuhan apa yang aingin dicapainya, masalah-masalah apa yang tengah di hadapinya, dan sebagainya. Dengan mendekati dan mengenal peserta didik secara mendalam, guru pada giliranya dapat mencari cara-cara yang tepat untuk memberikan bmbingan dan membangkitkan motivasi belajar mereka.

B.   Teori Perkembangan Peserta Didik
1.    Pandangan Psikodinamika
Teori Psikodinamika adalah teori psikologi yang berupaya menjelaskan hakikat dan perkembangan tingkah laku (kepribadian) manusia. Teori ini di pelopori oleh Sigmund Freud (1856-1939). Model Psikodinamika yang di ajukan freud di sebut “teori psikoanalistis” (Psychoanalytic theory). Menurut teori ini tingkah laku manusia merupakan hasil tenaga yang beroperasi di dalam pikiran, yang sering tanpa disadari oleh individu. Bagi Freud, ketidaksadaran merupakan bagian dari pikiran yang terletak di luar kesadaran yang umum dan berisi dorongan-dorongan instinktual.
Berdasarkan ide-ide pokok tentang tingkah laku manusia tersebut Freud kemudian membedakan kepribadian manusia atas tiga unit mental atau struktur psikis, yaitu:
a.    Id
Merupakan aspek biologis kepribadian karena berisikan unsur-unsur biologis, termasuk di dalamnya dorongan-dorongan dan implus-implus Instinktif yang lebih dasar (lapar,haus,seks,dan agresi). Id bekerja mengikuti prinsip kesenangan (pleasure principle), yang di operasikan pada dunia proses: pertama, reflkes dan reaksi otomatis (seperti: bersin, berkedip); kedua, proses berpikir primer (primary process thinking) yang merupakan proses dalam berhubungan dengan dunia luar melalui imajinasii dan fantasi, yakni mencapai pemuasan dengan memanipulasi gambaran mental dari objek yang di inginkan (seperti: orang lapar membayangkan makanan).
b.    Ego
Merupakan aspek psikologi kepribadian karena timbul dari kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan menjadi perantara antara kebutuhan instinktif organisme dengan keadaan lingkungan. Ego berkembang pada tahun pertama dan merupakan aspek eksekutif atau” misalnyaecutive branch” (badan pelaksana) kepribadian, karena fungsi utama ego adalah:
1)    Menahan penyaluran dorongan;
2)    Mengatur desekan dorongan-dorongan yang sampai pada kesadaran;
3)    Mengarahkan suatu perbuatan agar mencapai tujuan-tujuan yang dapat di terima;
4)    Berpikir logis; dan
5)    Mempergunakan pengalaman emosi-emosi kecewa atau kesal sebagai tanda adanya sesuatu yang salah, yang tidak benar.
Perbedaan pokok antara id dan ego adalah bahwa id hanya mengenal realitas subjektif-jiwa, sedangkan ego membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam bathin dengan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.
c.    Superego
Adalah aspek sosiologis kepribadian karena merupakan wakil nilai-nilai tradisional dan cita-cita masyarakat sebagaimana yang di tafsirkan orangtua kepada anak-anaknya melalui berbagai perintah dan larangan. Perhatian superego adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah, sehingga dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang di akui oleh masyarakat. Superego mencerminkan nilai-nilai moral dari self yang ideal, yang di sebut “ego ideal” dan berfungsi:
1)    Sebagai hati nurani atau penjaga moral internal, yang mengawasi ego dan memberikan penilaian tentang benar atau salah:
2)    Merintangi impuls-impuls id, terutama impuls-impuls seksial dan agresif:
3)    Mendorong untuk mengganti tujuan-tujuan realistis dengan tujuan-tujuan moralistis:
4)    Menentukan cita-cita mana yang akan di perjuangkan:
5)    Mengajarkan kepuasaan.
Artinya agar manusia tidak mengembangkan nafsu saja dan tidak terlalu cenderung pada hal-hal yang idealis dan moralis, perlu ada imbangkan melalui dunia kenyataan atau di jembatani oleh ego.
2.    Pandangan Behavioristik
Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pembahasan tingkah laku manusia yang di kembangkan oleh John B. Watson (1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika, pada tahun, 1930, sebagai reaksi atas teori psikodinamika.
Watson dan teoristik behavioristik lainnya, seperti Skinner (1904-1990) meyakini bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan atau situasional. Jika Freud melihat tingkah laku kita di kendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak rasional, teoritikus behavioristik melihat kita sebagai hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan memanipulasi tingkah laku kita. Menurut teoritikus behavioristik manusia sepenuhnya adalah manusia yang reaktif, yang tingkah lakunya di control oleh faktor-faktor dari luar.
3.    Pandangan Humanistik
Teori humanistik muncul pada pertengahan ke-20 sebagai reaksi terhadap teori psikodinamika dan behavioristik. Para teoritikus humanistik, seperti Carl Rogers (1902-1987) dan Abraham Maslow (1908-1970) meyakini bahwa tingkah laku manusia tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak disadari maupun sebagai hasil pengondisian ( conditioning ) yang sederhana.
Aliran humanistic berhubungan erat dengan aliran filosofis Eropa yang disebut “eksistensialisme”. Para eksistensialis, seperti filosof Martin Heidegger (1889-1976) dan Jean-Paul Sartre (1905-1980), memfokuskan perhatian pada pencarian dan mempertahankan bahwa manusia memiliki kecenderungan bawaan untuk melakukan self-actualization untuk berjuang menjadi apa yang mereka menjadi mampu.
Menurut Rogers, salah seorang tokoh aliran humanistic, prasyarat dari terpenting bagi aktualisasi diri adalah konsep diri yang laus dan fleksibel. Rogers meyakini bahwa orangtua mempunyai peran yang besar dalam membantu anak-anak mereka mengembangkan self-esteemdan menempatkan mereka pada jalur self-actualization dengan menunjukan anuconditional positive regard memuji mereka berdasarkan nilai dari dalam diri mereka.
4.    Pandangan Psikologi Transpersonal
Psikologi transpersonal merupakan pengembangkan psikologi humanistik. Psikologi transpersonal berawal dari penelitian-penelitian psikologi kesehatan yang dilakukan oleh Abraham Maslow pada tahun 1990-an. Maslow melakukan serangkaian penelitian tentang pengalaman-pengalaman keagamaan, seperti “pengalaman-pengalaman puncak“ (peak misalnya periences). Psikologi transpersonal mengambil pelajaran dari semua angkatan psikologi dan kearifan penerial (philosophia) agama.
























BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Dari paparan materi yang terdapat di makalah di atas dapat disimpulkan bahwa individu berasal dari kata individera berarti satu kesatuan organisme yang tidak dapat di bagi-bagi lagi atau tidak bisa dipisahkan. Dalam bidang pendidikan, siswa atau peserta didik yang mengikuti proses pendidikan disebut individu.
Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan sifat keturunan yang dimiliki sejak lahir, sedangkan karakeristik yang diperoleh daripengaruh lingkungan merupakan hasil interaksi individu dengan sekitarnya. Peserta didik merupakan individu yang belum bisa dikatakan dewasa. Ia memerlukan usaha, bantuan serta bimbingan seseorang untuk mencapai tingkat kedewasaannya.
Aspek perbedaan individu peserta didik yaitu perbedaan fisik-motorik, intelegensi, kecakapan bahasa, dan psikologis.
Teori perkembangan peserta didik yaitu Pandangan Psikodinamika dipelopori oleh Sigmund Freud yang menjelaskan hakikat dan perkembangan tingkah laku (kepribadian) manusia, Pandangan Behavioristic yang membahas tingkah laku manusia yang di kembangkan oleh John B. Watson sebagai reaksi atas teori psikodinamika, dan Pandangan Humanistik sebagai reaksi terhadap teori psikodinamika dan behavioristic, serta Pandangan Psikologi transpersonal yang merupakan pengembangkan psikologi humanistik.







DAFTAR PUSTAKA
Hosnan, M. (2016). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Ghalia Indonesia
Megawati, Inggit. (2015). Variasi Individual Perkembangan Peserta Didik. [Online]
Sriyanti, Novi. (2014). Teori Perkembangan Peserta Didik. [Online]




Tidak ada komentar:

Posting Komentar