Rabu, 16 November 2016

Progressivisme

Progressivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri. Aliran Progressivisme mengakui dan berusaha mengembangakan asas Progressivisme dalam semua realitas, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Berhubungan dengan itu progressivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang.
Pendidikan yang bercorak otoriter ini dapat diperkirakan mempunyai kesulitan untuk mencapai tujuan, karena kurang menghargai dan memberikan tempat semestinya kepada kemampuan-kemampuan tersebut dalam proses pendidikan. Pada hal semuanya itu ibaratkan motor penggerak manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan atau progress.
Oleh karena itu kemajuan atau progress ini menjadi inti perhatian progressivisme, maka, beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang oleh progresivisme merupakan bagian-bagian utama dari kebudayaan. Progresivisme dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, kesejahteraan, mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asa eksperimen yang merupakan untuk menguji kebenaran suatu teori. Sedangkan dinamakan environmetalisme karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.
Progresivisme yang lahir sekitar abad ke-20 merupakan filsafat yang bermuara pada aliran filsafat pragmatisme yang diperkenalkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859- 1952), yang menitikberatkan pada segi manfaat bagi hidup praktis.
Filsafat progressivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme dimana telah memberikan konsep dasar dengan azas yang utama yaitu manusia dalam hidupnya untuk tetap survive terhadap semua tantangan, harus pragmatis memandang sesuatu dari segi manfaatnya.
Di sini kita bisa menganggap bahwa filsafat progressivisme merupakan The Liberal Road of Culture (kebebasan mutlak menuju kearah kebudayaan) maksudnya nilai-nilai yang dianut bersifat fleksibel terhadap perubahan, toleran dan terbuka sehingga menuntut untuk selalu maju bertindak secara konstruktif, inovatif dan reformatif, aktif serta dinamis. Untuk mencapai perubahan tersebut manusia harus memiliki pandangan hidup yang bertumpu pada sifat-sifat: fleksibel, curious (ingin mengetahui dan menyelidiki), toleran dan open minded.
Filsafat progressivisme telah memberikan kontribusi yang besar di dunia pendidikan, dimana telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada peserta didik. Anak didik diberikan kebebasan secara fisik maupun cara berfikir, guna mengembangakan bakat, kreatifitas dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Berdasarkan pandangan di atas maka sangat jelas sekali bahwa filsafat progressivisme bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
A.    Ontologi
Sifat utama dari pragmatisme mengenai realita, sebenarnya dapat dikatakan John Dewey, dalam bukunya yang berjudul Creative Intelligence, mengatakan; “…. dengan tepat bahwa tiada teori realita yang umum.”
Diantara kaum pragmatis – jadi progresivis – John Dewey mempunyai pandangan yang ekstrim, sebab tokoh-tokoh lain tidaklah demikian. Mereka mengatakan bahwa metafisika itu ada, karena pragmatisme mempunyai konsep tentang eksistensi. Misalnya, dari sudut eksistensi alam bukanlah diartikan sebagai pengertian yang substansial, melainkan diartikan atau dipandang dari sudut prosesnya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa ontologi progresivisme mengandung pengertian dan kualitas evolusionistis yang kuat. Pengalaman diartikan sebagai ciri dinamika hidup, dan hidup adalah perjuangan, tindakan dan perbuatan. Manusia akan tetap hidup berkembang, jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan dan berani bertindak.
Jelaslah, bahwa selain kemajuan atau progress, lingkungan dan pengalaman mendapatkan perhatian yang cukup dari progresivisme. Sehubungan dengan ini, menurut progresivisme, ide-ide, teori-teori atau cita-cita tidaklah cukup diakui sebagai hal-hal yang ada, tetapi yang ada ini haruslah dicari artinya bagi suatu kemajuan atau maksud-maksud yang lainnya. di samping itu manusia harus dapat memfungsikan jiwanya untuk membina hidup yang mempunyai banyak persoalan dan yang silih berganti.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengankenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
B.     Epistomologi
Epistemologi, (dari Bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Tinjauan mengenai realita di atas memberikan petunjuk pragmatisme lebih mengutamakan pembahasan mengenai epistemologi daripada metafisika. Misal yang jelas adalah tinjauan mengenai kecerdasan dan pengalaman – yang keduanya tidak dapat dilepaskan satu sama lain – agar dapat dimengerti arti masing-masing itu.
Pengetahuan yang merupakan hasil dari aktivitas tertentu diperoleh manusia baik secara langsung melalui pengalam dan kontak dengan segala realita dalam lingkungan hidupnya, ataupun pengetahuan yang diperoleh melalui catata-catatan – buku-buku, kepustakaan.
Untuk mengtahui teori pengetahuan yang dimaksud, perlu kiranya menunjau istilah-istilah dan arti seperti induktif, rasional dan empirik. Induktif merupakan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan mengambil data khusus terlebih dahulu dan diikuti dengan penarikan kesimpulan secara umum. Deduktif adalah sebaliknya, artinya dengan pengetahuan yang diperoleh dengan berlandaskan ketentuan umum yang berupa postulat –postulat dan spekulatif.
Dalam epistemologi, rasional berarti suatu pandangan bahwa akal adalah instrument utama bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan. Empirik adalah sifat pandangan bahwa persepsi indera adalah media yang memberikan jalan bagi manusia untuk memahami lingkungan. Fakata yang masih murni saja – yang belum diolah atau disusun – belum merupakan pengetahuan. Sehingga masih membutuhkan pengorganisasian tertentu dari “bahan-bahan mentah” tersebut.
Pengetahuan harus disesuaikan dan dimodifikasi dengan realita baru di dalam lingkungan. Oleh sebab adanya prisip-prinsip epistemologi tersebut di atas, progresivisme mengadakan pembedaan anatara pengetahuan dan kebenaran. Pengetahuan adalah kumpulan kesan-kesan dan penerangan yang terhimpun dari pengalaman yang siap untuk digunakan. Sedangkan kebenaran ialah hasil tertentu dari usaha untuk mengetahui, memiliki dan mengarahklan beberapa segmen pengetahuan agar dapat menumbuhkan petunjuk atau penyelesaian pada situasi tertentu yang mungkin keadaannya kacau.
Dalam hubungan ini kecerdasan merupakan faktor utama yang mempunyai kedudukan sentral. Kecerdasan adalah faktor yang dapat mempertahankan adanya hubungan anatara manusia dengan lingkungan, baik yang berwujud lingkungan fisik, maupun kebudayaan atau manusia.
Sementara kaum realis modern, pragmatis, empirisis logis, atau naturalis mengambil tesis falibilistik bahwa pengetahuan adalah bersifat kontingen dari perubahan serta kebenaran bersifat relatif sesuai dengan kondisinya.
Dari sini, epistemologi adalah bidang tugas filsafat yang mencakup identifikasi dan pengujian kriteria pengetahuan dan kebenaran. Pernyataan kategoris yang menyebutkan bahwa “ini kita tahu” atau “ini adalah kebenaran” merupakan pernyataan-pernyataan yang penuh dengan makna bagi para pendidik karena sedikit banyak hal tersebut bertaut dengan tujuan pendidikan yang mencakup pencarian pengetahuan dan perburuan kebenaran.
C.     Axiologi
Aksiologi berasal dari kata axios dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal, teori. Axiology artinya teori nilai, penyelidikan tentang kodrat, kriteria dan status metafisik dari nilai.
Nilai tidak timbul dengan sendirinya, melainkan ada faktor-faktor yang merupakan pra syarat. Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, sehingga memungkinkan adanya relevansi seperti yang ada dalam masyarakat pergaulan. Oleh karena adanya faktor-faktor yang menentukan adanya nilai, maka makna nilai itu tidaklah bersifat eksklusif. Ini berarti berbagai jenis nilai seperti benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan ada bila menunjukkan adanya kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan.
Berdasarkan pandangan diatas, progresivisme tidak mengadaklan pembedaan tegas antara nilai instrinsik dan nilai instrumental. Dua jenis nilai ini saling bergantung satu sama lain seperti juga halnya pengetahuna dan kebenaran.
Misalnya bila dikatakan bahwa kesehatan itu selalu bernilai baik tidaklah semata-mata suatu ilustrasi tentang nilai instrinsik. Nilai kesehatan akan dihayati oleh manusia dengan lebih nyata bila dihubungkan dengan segi-segi yang bersifat operasional; bahwa kesehatan yang baik akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Hubungan timbal balik dua sifat nilai instrinsik dan instrumental ini – menyebabkan adanya sifat perkembangan dan perubahan pada nilai. Nilai-nilai yang sudah tersimpan sebagai bagian dari kebudayaan itu ditampilkan sebagai bagian dari pengalaman, sedang individu-individu mampu untuk mengadakan tinjauan dan penentuan mengenai standar sosial tertentu. Karena itu nilai merupakan bagian integral dari pengalaman dan bersifat relative, temporal dan dinamis. Maka sifat perkembangannya berdasarkan pada dua hal; untuk diri sendiri dalam arti kebaikan instrinsik dan untuk lingkungan yang lebih luas dalam arti kebaikan instrumental.
aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought / should). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.
Terdapat dua kategori dasar aksiologis; (1) objectivism dan (2) subjectivism. Keduanya beranjak dari pertanyaan yang sama: apakah nilai itu bersifat bergantung atau tidak bergantung pada manusia (dependent upon or independent of mankind)? Dari sini muncul empat pendekatan etika, dua yang pertama beraliran obyektivis, sedangkan dua berikutnya beraliran subyektivis.

DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Hasbullah, (1970) Sitematik Filsafat. Yogyakarta: Widjaya.
Idris, H. Sahara dan Jamal, H Lisman. 1992. Pengantar Pendidikan. Grasindo.
Sumitro, Dkk, Pengantar Ilmu Pendidikan, IKIP Yogyakarta
Murtiningsih, Siti. 2004. Pendidikan Alat Perlawanan, Resist Book.
Sadullah, Uyah. Drs. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Alfabet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar