MAKALAH
VARIASI INDIVIDUAL DAN TEORI
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
DISUSUN OLEH:
FAIZATUL MUHLISOH (2227150110)
MELAWATI SOFIANA (2227150111)
NOVIA INDRIANI (2227150092)
TEDI WAHYUDIN (2227150090)
TRY LAKSMI JUNIARTI (2227150093)
KELAS: PGSD/III C
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SULTAN
AGENG TIRTAYASA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
“Manusia“
adalah mahluk yang dapat di pandang dari berbagai sudut pandang.Sejak ratusan
tahun sebelum Isa,manusia telah menjadi salah satu objek filsafat,baik objek
formal yang memepersoalkan hakikat manusia objek materil yang mempersoalkan
manusia sebagai apa adanya manusia dengan berbagai kondisinya.
Pada
hakikatnya manusia merupakan pribadi yang utuh, khas, dan memiliki sifat-sifat
sebagai mahluk individu. Istilah individu berasal dari kata individera berarti satu kesatuan
organisme yang tidak dapat di bagi-bagi lagi atau tidak bias di pisahkan. Individu
merupakan kata benda dari individual yang berarti orang atau peseorangan. Sejak
lahir bahkan sejak masih di dalam kandungan ibunya, manusia merupakan kesatuan
psikopisis (jasmani dan rohani) yang khas (unik) dan terus menerus mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan sifat
kodratik yang harus mendapat tempat dan perhatian. Mengingat pentingnya arti
pertumbuhan dan perkembangan ini, persoalan yang berkaitan dengan hala itu akan
di jelaskan secara khusus.
Makna
pertumbuhan pada hakikatnya berbeda dengan makna perkembangan. Istilah
pertumbuhan di gunakan untuk menyatakan perubahan kuantitatif mengenai aspek
fisik atau biologis. Misalnya, fisik manusia mengalami pertumbuhan dari tubuh
anak-anak menjadi remaja, kemudian dewasa. Bayi yang pada awalnya tidak bias
berjalan, kemudian merangkak, berdiri, lalu dapat berjalan. Adapun istilah
perkembanagn di gunakan untuk perubahan yang bersifat kualitataif mengenai
aspek psikis atau rohani. Misalnya,anak yang semula tidak dapat membaca dan
menulis setelah belajar di kelas 1 SD,ia bisa membaca dan menulis.Pada waktu
masih kecil,ia mudah menangis tetapi setelah remaja dia tidak lagi mudah
menangis. Dalam proses pertumbuhan, manusia memiliki berbagai pertumbuhan. Kebutuan
itu dapat di bedakan menjadi dua, kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Pada
awal kehidupannya, seorang bayi mengutamakan kebutuhan jasmaninya dan tidak
peduli dengan apa yang terjadi di luar dirinya. Ia sudah merasa senang bila kebutuhan
fisiknya, seperti makan, minum dan kehangatan dapat terpenuhi. Dalam
pertumbuhan dan perkembangan inilah tingkat kebutuhannya terus meningkat. Ia
mulai membutuhkan teman, keamanan dan seterusnya. Semkain bertambah usianya, kebutuhan
non fisiknya semkain banyak. Tentu saja, ia akan berusaha memenuhi kebutuhan
hidup yang beraneka ragam.
Jadi, setiap
individu dikatakan sebagai peserta didik apabila ia telah memasuki usia
sekolah. Usia 4 sampai 6 tahun di taman kanak-kanak. Usia 6/7 tahun di sekolah dasar.
Usia 13/16 tahun di SMP dan usia 16/19 tahun di SLTA.Maka dari itu, peserta
didik adalah anak, individu, yang tergolong dan tercatat sebagai siswa di dalam
satuan pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
Variasi Individu itu?
2.
Bagaimana
Teori Perkembangan Peserta Didik?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui apa itu variasi individu.
2.
Mengetahui bagaimana teori perkembangan peserta
didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Variasi Individu
1.
Pengertian Peserta Didik
Dalam proses pendidikan, peserta didik
merupakan salah satu komponen manusiawi yang menempai posisi sentral. Peserta
didik menjadi pokok persoalan dan tumpan perhatian dalam semua proses
transformasi yang di sebut pendidikan. Sebagai salah satu komponen penting
dalam sistem pendidikan, peserta didik ssering di sebut sebagai raw material
(bahan mentah).
Dalam prespektif pedagogis, peserta didik di
artikan sebagai sejenis makhluk “homo educandum”, makhluk yang menghajatkan
pendidikan. Dalam pengertian ini, peserta didik di pandang sebagai manusia yang
memiliki potensi yang bersifat laten, sehinga di butuhkan binaan dan bimbingan
untuk mengaktualisasikanya agar ia dapat menjadi manusia suaila yang cakap.
Dalam prespektif psikologis, peserta didik
adalah individu yang sedang ada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik
fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang
tengah berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang
konsisten menuju je arah titik optimal kemampuan fitrahnya (arifin, 1996).
Dalam presfektif undang-undang sistem
pendidikan nasional no.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 4, “peserta didik di artikan
sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses
pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
M. Hosnan, salah satu praktisi dan pemerhati
pendidikan mengungkapkan bahwa peserta didik atau siswa merupakan individu yang
belum bisa dikatakan dewasa. Ia memerlukan usaha, bantuan serta bimbingan
seseorang untuk mencapai tingkat kedewasaannya.
Berdasarkan definisi tentang peserta didik yang
di sebutkan di atas dapat di simpulkan bahwa peserta didik individu yang
memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya:
1. Peserta didik adalah individu Yng memiliki
potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga ia merupakan insan yang unik.
Potensi-potensi yang khas ini perlu di kembangkan dan di aktualisasikan
sehinngga mampu mencapai tahap perkembangn yang optimal.
2. Peserta didik adalah individu yang sedang
berkembang. artinya peserta didik tengah mengalami perubahan-perubahan dalam
dirinya secara wajar, baik yang di tujukan kepada diri sendiri maupun yang di
arahkan pada penyesuaian denga lingkunganya.
3. Peserta didik adalah individu yang membutuhkan
bimbingan individual dan perlakuan manusawi. Sebagai individu yang sedang
berkembang, maka proses pemberian bantuan dan bimbingan perlu mengacu pada
tingkat perkembanganya.
4. Peserta didik adalah individu yang memiliki
kemampuan untuk mandiri. Dalam perkembanganya peserta didik memiliki kemampuan
untuk berkembang ke arah kedewasaan. Di samping itu, dalam diri peserta didik
juga terdapat kecenderungan untuk melepaskan diri dari kebergantungan terhadap
orang lain. Karena itu, setahap demi setahap orang tua atau pendidik perlu
memberikan keempatan kepada peserta didik untuk mandiri dan bertanggung jawab
sesuai dengan kepribadianya sendiri.
2.
Perbedaan Individual Peserta Didik
Setiap anak adalah unik. Keika kita
memperatikan anak-anak di dalam ruang kelas, kita akan melihat perbedaan
individual yang sangat banyak. Bahkan anak-anak dengan latar belakang usia
hampir sama, akan memperhatikan penampilan, kemampuan, tempramen, minat dan
sikap yang sangat beragam.
Dalam kajian psikologi, masalah individu
mendapat perhatian yang besar, sehingga melahirkan suatu cabang psikologi yang
di kenal dengan individual psychology, atau differential psychologi yang di
kenal dengan individual psychology, atau differential psychology, yang
memberikan perhatian besar terhadap penelitian teentang perbedaan antar
individu. Ini di dasarkan atas kenyataan bahwa di dunia ini tidak ada yang
persis sama. Bahkan anak kembar sekalipun masih di temukan adanya beberapa
dimensi perbedaan di antara keduanya.
Dalam tinjauan psikologis islam, perbedaan
individual tersebut di pandang sebagai realitas kehidupan manusia yang sengaja
di ciptakan allah untuk dijadikan bukti kebesaran dan kesempurnaan ciptaa-Nya.
Ketika menjelaskan tentang proses pencipataan, dalam surah al mu’minun ayat
12-14, alllah telah memberi isyarat akan perbedaan individual ini.
“dan
sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari satu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian kami jadikan sripati itu air mani (yang di simpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu
segmpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami
jadikan tulan- belulang, lalu tulang-belulang itu kami bungkus dengan daging.
Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka sucilah ALLAH,
pencipta yang paling baik “, (QS. Al-muminuun [23]: 12-14).
Kata-kata “makhluk (bentuk) lain “(khalaqan
akhar) yang terkandung dalam ayat di atas mengindikasikan betapa manusia
sebagai makhluk individu memiliki ciri-ciri khas, yang beda satu sama lain.
Sejak zaman nabi adam, manusia pertama di ciptakan allah, hingga saat ini tidak
di temukan seseorang dalam bentuk persis sama, meskipun masih dalam keturunan
yang satu.
Jadi setiap manusia, apakah ia berada dalam
suatu kelompok ataukah seorang diri, ia disebut individu. Individu menunjukan
kedudukan seseorang sebagai perseorangan atau persona. Sebagai orang
perorangan, individu memiliki sifat-sifat atau karakteristik yang menjadikanya
berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan inilah yang di sebut dengan
perbedaan individual (individual differences).
Ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik
individual ini dapat berupa karakteristik bawaan sejak lahir dan dapat pula
berupa karakteristik yang di peroleh dari hasil lingkungan. Seorang bayi yang
baru lahir misalnya, merupakan perpaduan dari dua garis keturunan, keturunan
ayah dan keturunan ibu. Sejak masa konsepsi awal di dalam kandungan ibu, secara
berkesinambungan ia di pengaruhi oleh bermacam-macam faktor lingkungan yang
merangsang. Masing-masing peran tersebut, baik secara terpisah maupun secara
bersama-sama dengan perangsang yang lain, mempengaruhi perkembangan
potensi-potensi biologis, pada giliranya menjelma menjadi pola tingkah laku yag
dapat mewujudkan seseorang menjadi individu yang berkarakteristik berbeda
dengan individu-idividu yang lain.
Secara umum, perbedaan individual dapat atas
dua, yaitu perbedaan secara vertikal dan perbedaan secara horizontal. Perbedaan
vertikal adalah perbedaan individu dalam aspek jasmaniah, seperti bentuk,
tinggi, brsar, kekuatan, dan sebagainya. Sedangkan perbedaan horizontal adalah
perbedaan individu dalam aspek mental, seperti: tingkat kecerdasan, bakat,
minat, ingatan, emosi, tempramen, dan lain sebagainya. Berikut ini akan di
uraikan beberapa aspek perbedaan individu peserta didik tersebut.
·
Perbedaan fisik-motorik
Perbedaan individual dalam fisik tidak hanya terbatas pada
aspek-aspek yang teramati oleh pancaindra, seperti: bentuk atau tinggi badan,
warna kulit, warna mata atau rambut, jenis kelamin, nada suara atau bau
keringat, melainkkan juga mencakup aspek-aspek fisik yang tidak di amati
melalui pancaindra, tetapi hanya dapat di ketahui setelah di adakan pengukuran,
seperti usia, kekuatan badan atau kecepatan lari, golongan darah, pendengaran,
penglihatan, dan sebagainya.
Aspek fisik lain dapat di lihat dari kecakapan motorik,
yaitu kemampuan melakukan koordinasi kerja sistem syaraf motorik yang
menimbulkan reaksi dalam bentuk gerakan-gerakan atau kegiatan secara tepat,
sesuai antara rangsangan dan responssnya. Dalam hal ini, akan di temui ada anak
yan cekatan dan terampil, tetapi ada juga anak yang lamban dalam mereaksi
sesuatu.
Perbedaan aspek fisik juga dapat di lihat dari kesehatan
peserta didik, seperti kesehatan mata, telinga, yang berkaitan langsung dengan
penerimaan materi di kelas. Dalam hal kesehatan mata misalnya, akan di temui
adanya peserta didik yang mengalami gangguan penglihatan, seperti: rabun jauh,
rabun dekat, rabun malam, buta warna, dan sebagainya. Sedangkan dalam hal
kesehatan teliinga, akan di temui adanya peserta didik yang mengalami
penyumbatan pada saluran liang telinga, ketegangan pada gendang telinga,
terganggunya tulag-tulang pendengaran, dan sebagainya.
·
Perbedaan Intelegensi
Intelegensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran
antara intelektual dan merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada
tingkatan yang lebih tinggi. Secara umum intelegensi dapat di pahami sebagai
kemempuan untuk beradaptasi dengan situasi baru secara cepat dan efektif,
kemampuan ntuk menggunakan konsep yang abstrak secara efektif, dan kemampuan
untuk memahami hubungan dan mempeajari dengan cepat.
Dalam proses pendidikan di sekolah, intelegensi di yakini
sebagai unsur penting yang sangat menentukan keberhasilan belajar peserta
didik. Namun intelegensi merupakan salah satu aspek perbedaan individual yang
perlu di cermati. Setiap peserta didik memiliki intelgensi yang berlainan. Ada
anak yang memilliki intelegensi tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengetahui
tinggi rendahanya intelegensi peserta didik, para ahli telah mengembangkan
instrumen yang di kenal dengan “tes
intelegensi”, yang kemudian lebih populer dengan istilah intellegence quotient, di singkat IQ.
Berdasarkan hasil tes intelegensi ini, peserta didik dapat di klasifikasi
sebagai
a.
Anak genius
|
IQ di atas 140
|
b. Anak pintar
|
110-140
|
c. Anak normal
|
90-110
|
d. Anak kurang pintar
|
70-90
|
e. Anak debil
|
50-70
|
f.
Anak dungu
|
30-50
|
g. Anak idiot
|
IQ di bawah 30
|
Sejumlah hasil penelitian
menujukan bahwa prasentase orang yang genius dan idiot sangat kecil, dan yang
terbanyak adalah anak normal. Genius adalah sifat bawaan yang luar bisa yang
dimiliki seseorang, sehingga ia mampu mengatasi kecerdasan orang-orang bisa
dalam bentuk pemikiran dan hasil karya. Sedangkan idiot atau pandir adalah
penderita lemah otak, yang memiliki kemampuan berpikir setingkat dengan
kkecerdasan anak yang berumur tiga tahun (mursal, 1981).
Dengan adanya perbedaan
individual dalam aspek intelegensi ini, maka guru di sekolah akan mendapati
anak dengan kecerdasan yang luar biasa, anak yang mampu menyelesaikan masalah
dengan cepat, mampu berfikir abstrak dan kreatif. Sebaliknya, guru juga akan
menghadapi anak-anak yang kurang cerdas, sangat lambat dan bahkan hampir tidak
mampu mengatasi satu masalah yang mudah sekalipun.
·
Perbedaan Kecakapan Bahasa
Bahasa merupakan salah satu
kemampuan individu yang sangat penting proses belajar di sekolah. Kemampuan
berbahasa adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan buah fikiranya dalam
bentuk ungkapan kata dan kalimat yang bermakana, logis dan sistemaatis.
Kemampuan berbahasa anak berbeda-beda, ada anak yang dapat berbicara dengan
lancar, singkat dan jelas, tetapi ada pula anak yang gagap, berbicara
berbelit-belit dan tidak jelas.
Perbedaan individual dalam
perkembangan dan kecakapan bahasa anak ini menjadi wilayah pengkajian dan
penelitian yang menarik bagi sejumlah psikolog dan pndidik. Banyak penelitian
eksperimental telah di lakukan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan dalam penguasa bahasa anak. Dari sejumlah hasil
penelitian tersebut di ketahui bahwa faktor nature dan nurture (pembawaan dan
lingkungan) sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak. berhubungan
faktor-faktor nature dan nurture individu itu bervariasi, maka pengaruhnya
terhadap perkembangan bahasa juga bervariasi. Karena itu, tidak heran kalau
antara individu yang satu dan individu lainnya berbeda dalam kecakapan bahasanya.
Perbedaan kecakapan bahasa anak ini sangat di pengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
faktor kecerdasan, pembawaan, lingkungan, fisik, terutama organ bicara dan
sebagainya.
·
Perbedaan Psikologis
Perbedaan individual peserta didik juga terlihat dari aspek
psikologisnya. Ada anak yang mudah tesenyum, ada anak yang gampang marah, ada
yang berjiwa sosial, ada yang sangat egoistis, ada yang cengeng, ada yang
pemalas, ada yang rajin, ada yang pemurung, dan sebagainya.
Dalam proses pendidikan di
sekolah, perbedaan aspek psikologisnya ini sering menjadi persoalan, terutama
aspek psikologis yang menyangkut masalah minat, motivasi dan perhatian peserta
didik terhadap materi pelajaran yang di sajikan oleh guru. Dalam penyajian
suatu materi pelajaran guru sering menghadapi kenyataan betapa tidak semua
peserta didik yang mampu menyerapnya secara baik. Realitas ini mungkin di
sebabka oleh cara penyampaian guru yang kurang tepat atau menarik, dan mungkin
pula disebabkan oleh faktor psikologis peserta didik yang kurang memperhatikan.
Secara fisik mungkin terlihat bahwa perhatian peserta didik terarah pada
pembicaraan guru. Namun secara psikologis, pandangan mata atau kondisi tubuh
mereka yang terlihat duduk dengan rapi dan tenang belum dapat di pastikan bahwa
mereka memperhatikan semua penjelasan guru. bisa saja pandangan mata anak hanya
terarah pada gerak, sikap dan gaya mengajar guru, tetapi dalam pikiranya
terarah pada masalah lain yang lebih menarik minat dan perhatianya.
Persoalan psikologis memang
sangat kompleks dan sangat sulit di pahami secara tepat, sebab menyangkut apa
yang ada di dalam jiwa dan perasaan peserta didik. Meskipun demikian, bukan
berarti seorang guru mengabaikan begitu saja. Tanpa berusaha untuk memahaminya.
Guru di tuntut untuk mampu memahami fenomena- fenomena psikologis peserta didik
yang rumit tersebut. Salah satu cara yang mungkin dilakukan dalam menyelami
aspek psikologis peserta didik ini adalah dengan melakukan pendekatan kepada
peserta didik secara pribadi. Guru harus menjalin hubungan yang akrab dengan
peserta didik, sehingga mereka mau mengungkapkan isi hatinya secara terbuka.
Dengan cara ini memungkinkan guru untuk dapat mengenal siapa sebenarnya peserta
didik sebagai individu, apa keinginan-keinginannya, kebutuhan- kebutuhan apa
yang aingin dicapainya, masalah-masalah apa yang tengah di hadapinya, dan
sebagainya. Dengan mendekati dan mengenal peserta didik secara mendalam, guru
pada giliranya dapat mencari cara-cara yang tepat untuk memberikan bmbingan dan
membangkitkan motivasi belajar mereka.
B.
Teori Perkembangan Peserta Didik
1. Pandangan
Psikodinamika
Teori Psikodinamika adalah teori psikologi yang berupaya menjelaskan
hakikat dan perkembangan tingkah laku (kepribadian) manusia. Teori ini di
pelopori oleh Sigmund Freud (1856-1939). Model Psikodinamika yang di
ajukan freud di sebut “teori psikoanalistis” (Psychoanalytic theory). Menurut
teori ini tingkah laku manusia merupakan hasil tenaga yang beroperasi di dalam
pikiran, yang sering tanpa disadari oleh individu. Bagi Freud, ketidaksadaran
merupakan bagian dari pikiran yang terletak di luar kesadaran yang umum dan
berisi dorongan-dorongan instinktual.
Berdasarkan ide-ide pokok tentang tingkah laku manusia tersebut Freud
kemudian membedakan kepribadian manusia atas tiga unit mental atau struktur
psikis, yaitu:
a. Id
Merupakan aspek biologis kepribadian karena berisikan unsur-unsur
biologis, termasuk di dalamnya dorongan-dorongan dan implus-implus Instinktif
yang lebih dasar (lapar,haus,seks,dan agresi). Id bekerja mengikuti prinsip
kesenangan (pleasure principle), yang di operasikan pada dunia proses: pertama,
reflkes dan reaksi otomatis (seperti: bersin, berkedip); kedua, proses berpikir
primer (primary process thinking) yang merupakan proses dalam berhubungan
dengan dunia luar melalui imajinasii dan fantasi, yakni mencapai pemuasan
dengan memanipulasi gambaran mental dari objek yang di inginkan (seperti: orang
lapar membayangkan makanan).
b. Ego
Merupakan aspek psikologi kepribadian karena timbul dari kebutuhan
organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan menjadi
perantara antara kebutuhan instinktif organisme dengan keadaan lingkungan. Ego
berkembang pada tahun pertama dan merupakan aspek eksekutif atau”
misalnyaecutive branch” (badan pelaksana) kepribadian, karena fungsi utama ego
adalah:
1)
Menahan
penyaluran dorongan;
2)
Mengatur
desekan dorongan-dorongan yang sampai pada kesadaran;
3)
Mengarahkan
suatu perbuatan agar mencapai tujuan-tujuan yang dapat di terima;
4)
Berpikir
logis; dan
5)
Mempergunakan
pengalaman emosi-emosi kecewa atau kesal sebagai tanda adanya sesuatu yang
salah, yang tidak benar.
Perbedaan pokok antara id dan ego adalah bahwa id
hanya mengenal realitas subjektif-jiwa, sedangkan ego membedakan antara hal-hal
yang terdapat dalam bathin dengan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.
c.
Superego
Adalah
aspek sosiologis kepribadian karena merupakan wakil nilai-nilai tradisional dan
cita-cita masyarakat sebagaimana yang di tafsirkan orangtua kepada anak-anaknya
melalui berbagai perintah dan larangan. Perhatian superego adalah memutuskan
apakah sesuatu itu benar atau salah, sehingga dapat bertindak sesuai dengan
norma-norma moral yang di akui oleh masyarakat. Superego mencerminkan
nilai-nilai moral dari self yang ideal, yang di sebut “ego ideal” dan
berfungsi:
1)
Sebagai
hati nurani atau penjaga moral internal, yang mengawasi ego dan memberikan
penilaian tentang benar atau salah:
2)
Merintangi
impuls-impuls id, terutama impuls-impuls seksial dan agresif:
3)
Mendorong
untuk mengganti tujuan-tujuan realistis dengan tujuan-tujuan moralistis:
4)
Menentukan
cita-cita mana yang akan di perjuangkan:
5)
Mengajarkan
kepuasaan.
Artinya
agar manusia tidak mengembangkan nafsu saja dan tidak terlalu cenderung pada
hal-hal yang idealis dan moralis, perlu ada imbangkan melalui dunia kenyataan
atau di jembatani oleh ego.
2. Pandangan
Behavioristik
Behavioristik
adalah sebuah aliran dalam pembahasan tingkah laku manusia yang di kembangkan
oleh John B. Watson (1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika, pada tahun,
1930, sebagai reaksi atas teori psikodinamika.
Watson dan
teoristik behavioristik lainnya, seperti Skinner (1904-1990) meyakini bahwa
tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh
lingkungan atau situasional. Jika Freud melihat tingkah laku kita di kendalikan
oleh kekuatan-kekuatan yang tidak rasional, teoritikus behavioristik melihat
kita sebagai hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan memanipulasi tingkah
laku kita. Menurut teoritikus behavioristik manusia sepenuhnya adalah manusia
yang reaktif, yang tingkah lakunya di control oleh faktor-faktor dari luar.
3. Pandangan
Humanistik
Teori
humanistik muncul pada pertengahan ke-20 sebagai reaksi terhadap teori
psikodinamika dan behavioristik. Para teoritikus humanistik, seperti Carl
Rogers (1902-1987) dan Abraham Maslow (1908-1970) meyakini bahwa tingkah laku
manusia tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak
disadari maupun sebagai hasil pengondisian ( conditioning ) yang sederhana.
Aliran
humanistic berhubungan erat dengan aliran filosofis Eropa yang disebut “eksistensialisme”.
Para eksistensialis, seperti filosof Martin Heidegger (1889-1976) dan Jean-Paul
Sartre (1905-1980), memfokuskan perhatian pada pencarian dan mempertahankan
bahwa manusia memiliki kecenderungan bawaan untuk melakukan self-actualization
untuk berjuang menjadi apa yang mereka menjadi mampu.
Menurut
Rogers, salah seorang tokoh aliran humanistic, prasyarat dari terpenting bagi
aktualisasi diri adalah konsep diri yang laus dan fleksibel. Rogers meyakini
bahwa orangtua mempunyai peran yang besar dalam membantu anak-anak mereka
mengembangkan self-esteemdan menempatkan mereka pada jalur self-actualization dengan
menunjukan anuconditional positive regard memuji mereka berdasarkan nilai dari
dalam diri mereka.
4. Pandangan
Psikologi Transpersonal
Psikologi
transpersonal merupakan pengembangkan psikologi humanistik. Psikologi
transpersonal berawal dari penelitian-penelitian psikologi kesehatan yang
dilakukan oleh Abraham Maslow pada tahun 1990-an. Maslow melakukan serangkaian
penelitian tentang pengalaman-pengalaman keagamaan, seperti
“pengalaman-pengalaman puncak“ (peak misalnya periences). Psikologi
transpersonal mengambil pelajaran dari semua angkatan psikologi dan kearifan
penerial (philosophia) agama.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari paparan materi yang terdapat di makalah di atas
dapat disimpulkan bahwa individu berasal dari kata individera berarti satu kesatuan
organisme yang tidak dapat di bagi-bagi lagi atau tidak bisa dipisahkan. Dalam
bidang pendidikan, siswa atau peserta didik yang mengikuti proses pendidikan
disebut individu.
Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau
karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari
pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan sifat keturunan yang dimiliki
sejak lahir, sedangkan karakeristik yang diperoleh daripengaruh lingkungan
merupakan hasil interaksi individu dengan sekitarnya. Peserta didik merupakan
individu yang belum bisa dikatakan dewasa. Ia memerlukan usaha, bantuan serta
bimbingan seseorang untuk mencapai tingkat kedewasaannya.
Aspek perbedaan individu
peserta didik yaitu perbedaan fisik-motorik, intelegensi, kecakapan bahasa, dan
psikologis.
Teori perkembangan peserta didik yaitu Pandangan Psikodinamika
dipelopori oleh Sigmund Freud yang menjelaskan hakikat dan perkembangan
tingkah laku (kepribadian) manusia, Pandangan Behavioristic yang membahas
tingkah laku manusia yang di kembangkan oleh John B. Watson sebagai reaksi atas
teori psikodinamika, dan Pandangan Humanistik sebagai reaksi terhadap teori
psikodinamika dan behavioristic, serta Pandangan Psikologi transpersonal yang merupakan
pengembangkan psikologi humanistik.
DAFTAR PUSTAKA
Hosnan, M. (2016). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Megawati, Inggit. (2015). Variasi Individual Perkembangan Peserta
Didik. [Online]
Sriyanti, Novi. (2014). Teori Perkembangan Peserta Didik. [Online]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar