Pertama, air selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat
yang rendah.
Tuhan menciptakan air agar manusia bisa mengambil pelajaran
darinya. Sifat air yang selalu mengalir ke tempat rendah analog dengan sikap
rendah hati pada manusia. Air selalu ingin berguna bagi makhluk hidup yang ada
di bawahnya. Ibarat pemimpin, air adalah pemimpin yang melayani. Jika ia berada
di posisi teratas, maka ia akan menjadi pelayan bagi orang-orang yang
membutuhkan di bawahnya. Apalagi air identik dengan sumber kehidupan. Maka
tidak salah jika sifat pertama ini dianalogikan dengan pemimpin yang melayani.
Pemimpin yang melayani adalah sumber kesejahteraan bagi masyarakat yang ia
pimpin.
Kedua, air selalu mengisi ruang-ruang yang kosong.
Manusia yang baik adalah manusia yang berusaha mengisi kekosongan
hati dari manusia lainnya. Dengan meniru sifat air, kita seharusnya bisa
menjadi penolong bagi manusia lainnya yang sedang bermasalah atau kekurangan.
Tentu, jika sifat air yang kedua ini benar-benar kita teladani, kita selalu
memiliki waktu untuk melengkapi kehidupan manusia lainnya. Artinya, kita menjadi
manusia yang senang menolong dan suka berbagi. Karena sebenarnya, batin kita
terisi setelah memenuhi kekurangan dari saudara kita.
Ketiga, air selalu mengalir ke muara.
Tak peduli seberapa jauh jaraknya dari muara, air pasti akan tiba
di sana. Sebenarnya saya tidak setuju dengan orang yang menggunakan pepatah “hiduplah
mengalir seperti air” untuk menguatkan gaya hidup yang tidak punya arah
dan serampangan. Justru sebenarnya dengan kita meniru air yang mengalir, kita
seharusnya punya visi kehidupan. Hal utama yang patut diteladani dari
perjalanan air menuju muara adalah sikapnya yang konsisten. Bayangkan, ada
berapa banyak hambatan yang dilalui oleh air gunung untuk mencapai muara?
Mungkin ia akan singgah di sungai, tertahan karena batu, kemudian bisa saja
masuk ke selokan. Tapi toh akhirnya ia tetap mengalir dan tiba di muaranya.
Waktu tempuh air untuk sampai ke muara sangat bervariasi. Ada yang hanya
beberapa hari, tapi ada juga yang beberapa minggu. Patut diingat, hal
terpenting bukanlah waktu tempuh yang akan dilalui, tapi seberapa besar
keyakinan untuk menuju muara atau visi atau impian yang akan kita gapai. (Sumber:
Kompasiana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar