Sekaten sebagai sebuah tradisi mempunyai tiga dimensi, yaitu
dimensi sosial, dimensi religius dan dimensi budaya. Dimensi sosial, karena
sekaten sebagai suatu sarana bagi warga Yogyakarta untuk saling berinteraksi.
Ini diwujudkan dengan adanya pasar malam sebelum sampai selesainya waktu
tradisi sekaten. Dimensi religius karena tradisi sekaten merupakan sebuah
tradisi untuk memperingati maulud Nabi Muhammad saw dan juga dilakukan
pembacaan riwayat Nabi Muhammad saw. Dimensi religius juga terlihat dari
gending-gending khusus yang dibunyikan dalam tradisi Sekaten yang merupakan
gending pujian kehadlirat Allah SWT dan Shalawat Nabi, serta ajakan untuk
menjalankan Syariat Islam secara khusuk.
Dimensi budaya karena tradisi sekaten sarat dengan makna filosofis
nilai-nilai kehidupan yang disiratkan melalui simbol-simbol budaya dalam
tradisi sekaten, diantaranya :
1. Kinang
Merupakan daun sirih yang dilengkapi dengan injet atau kapur masak
dan gambir. Banyak dimakan ketika gamelan sekaten pertama kali dibunyikan.
Gambir dan tembakau rasanya pahit, sedangkan injet hambar tetapi menimbulkan
rasa dingin. Daun sirih merupakan bagian dari sad rasa (enam rasa) yaitu manis,
asin, asam, pedas, pahit, dan sepet atau asam. Ini bisa diibaratkan orang
hidup, bahwa kehidupan ini beraneka rasa yang menjadi penyeimbang satu dengan
yang lainnya. Seperti halnya sesuatu yang pahit meski tidak enak tetapi Belem
tentu merugikan karena bisa dijadikan obat.
2. Bunga kanthil
Bunga kanthil disematkan di telinga Sultan pada saat mendengarkan
gamelan sekaten dibunyikan pertama kali. Bunga kanthil yang harum ini
mencerminkan ajining diri atau jati diri seseorang.
3. Sega gurih dan Endhog abang
Sega gurih dan endhog abang banyak dijual pedagang
dan dimakan masyarakat pada saat miyos gangsa atau dikeluarkannya
gamelan sekaten ke Bangsal Ponconiti. Sego gurih (nasi uduk) merupakan
lambang dari keberkatan dan kemakmuran. Tuhan telah menyediakan sumber daya
alam yang melimpah dan tinggal bagaimana manusia mengelola dan memanfaatkannya
untuk kemakmuran umat, bukan malah sebaliknya menghancurkannya. Nasi uduk ini
dimasak dengan berbagai macam bumbu sehingga rasanya enak meskipun tanpa lauk
pauk. Hal ini dimaksudkan bahwa agar masyarakat dapat menikmati kehidupan yang
lebih baik, lebih enak, tentram, tenang, damai, dan tidak kurang suatu apapun.
Endhog abang (telur merah) diibaratkan bibit dari semua
makhluk hidup, dan warna merah dipilih karena selain melambangkan keberanian
atau optimisme hidup. Ini merupakan simbol bahwa masyarakat bisa lebih optimis
dalam menghadapi hidup ini yang terkadang penuh dengan ketidakpastian. Telur
ini biasanya ditusuk dengan bambu dan di atasnya diberi hiasan. Tusuk bambu itu
diibaratkan dengan keberadaan Tuhan, semua makhluk adalah ciptaan Tuhan maka
bibit yang telah diciptakan itu setelah menjadi bayi lalu berkembang agar
selalu menghormat dan menyembah Tuhan
4. Gunungan
Gunungan itu merupakan sedekah raja kepada rakyatnya.
5. Grebeg
Grebeg merupakan puncak perayaan sekaten ini merupakan ungkapan syukur Ngarsa Dalem untuk rakyatnya. Grebek yang terdiri dari beberapa gunungan berisi makanan dan sayuran diberikan dengan rayahan atau berebut. Hal ini melambangkan bahwa setiap rakyat yang ingin mendapat hajat Dalem berebut karena di dalam hidup ini untuk mendapatkan sesuatu harus dengan usaha.
Grebeg merupakan puncak perayaan sekaten ini merupakan ungkapan syukur Ngarsa Dalem untuk rakyatnya. Grebek yang terdiri dari beberapa gunungan berisi makanan dan sayuran diberikan dengan rayahan atau berebut. Hal ini melambangkan bahwa setiap rakyat yang ingin mendapat hajat Dalem berebut karena di dalam hidup ini untuk mendapatkan sesuatu harus dengan usaha.
Begitu dalam makna yang terkandung dalam tradisi Sekaten yang dapat
diterapkan manusia dalam kehidupan, sehingga diharapkan tradisi ini dapat
dilestarikan sebagai salah satu budaya bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar