Kurikulum
merupakan acuan pembelajaran dan pelatihan dalam pendididkan dan/atau
pelatihan. Dalam masyarakat, baik di negara-negara maju maupun yang sedang
berkembang terdapat kepercayaan bahwa, pendidikan merupakan sarana pencerahan
bangsa serta kesadaran adanya hubungan antara pendidikan dengan kemajuan suatu
negara. Peserta didik dewasa ini dihadapkan pada produk-produk teknologiyang
merangsang minat untuk menguasainya, namun di sisi lain mereka belum memiliki
prasyarat ilmu untuk mempelajarinya. Dalam hal ini diperlukan intitusi
pendidikan yang disebut ‘sekolah’ sebagai pihak yang diharapkan dapat membantu
para peserta didik untuk mencapai cita-cita mereka.
Kurikulum
mempunyai kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan.
Namun makna kurikulum sering diterjemahkan secara dangkal oleh pengajar
sekalipun tanpa upaya untuk memahami arti hakiki dari kurikulum bagi
pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal 1, butir 19, kurikulum
didefinisikan sebagai: “…seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk pembelajaran untuk mencapai tujuan
oendidikan tertentu.” Tanpa penjelasan definisi ini tidak menjamin bisa
memberikan pengertian tentang fungsi kurikulum dalam pendidikan. Padahal
apabila dikaji, definisi ini mengungkapkan adanya empat fungsi kurikulum
sebagai berikut:
a. Kurikulum sebagai rencana.
Kurikulum sebagai rencana kegiatan
belajar-mengajar (atau rencana pembelajaran) dikembangkan berdasarkan suatu
tujuan yang ingin diacapai (Taba, dalam Reksoatmodjo, 2010:4). Sebagai suatu
rencana tertulis, kurikulum juga dipandang sebagai dokumen tertulis (Beauchamp,
dalam Reksoatmodjo, 2010:4). Untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan itu,
dalam kurikulum perlu pula ditetapkan kriteria evaluasi (Taba, dalam
Reksoatmodjo, 2010:4).
b. Kurikulum sebagai pengaturan.
Pengaturan dalam kurikulum dapat
diartikan sebagai pengorgasnisasian materi (isi) pelajaran pada arah horizontal
dan vertical. Pengorganisasian pada arah horizontal berkaitan dengan lingkup
dan integrasi, sedangkan pengorganisasian pada arah vertical berkaitan dengan
urutan dan kontinuitas (Zais, dalam Reksoatmodjo, 2010:4). Dalam
pengorganisasian kurikulum, Taba (dalam Reksoatmodjo, 2010:4) mengemukakan
pentingnya memerhatikan dua aspek pembelajaran, yakni, materi apa yang harus
dikuasai serta proses mental apa yang terjadi. Kegagalan membandingkan lingkup
kurikulum dalam kedua aspek itu akan menimbulkan dilemma yang berkenaan dengan
luas (dimensi horizontal) dan kedalaman (dimensi vertikal) . jika lingkup
kurikulum hanya mengutamakan luasnya cakupan materi, maka akan timbul akan mengakibatkan
peserta didik kurang mampu melihat hubungan dengan mengintegrasikan berbagai
mata pelajaran ke dalam struktur kognitifnya.
Hal mana akan membatasikemampuan
menalar dan penerapan ilmu dalam pemecahan masalah. Selanjutnya urutan materi
berkaitan dengan kontinuitas kemajuan belajar pada arah vertical, dimana pada
setiap stratum dihadapkan terjadi proses pengintegrasian.
c. Kurikulum sebagai cara.
Pengorganisasian kurikulum
mengisyaratkan penggunaan metode pembelajaran yang efektif berdasarkan konteks
pembelajaran. Pemilihan metode belajar erat hubungannya dengan sifat materi
pembelajaran atau praktikum tingkat penguasaan yang ingin dicapai. Penggunaan
alat peraga akan meningkatkan pemahaman, metode pemecahan masalah melatih
kemampuan menalar, sedangkan latihan membuiat benda-benda dengan mesin atau
peralatan, serta prosedur kerja yang benar akan meningkatkan keterampilan
psikomotor, pemahaman konsep produktivitas dan mutu.
d. Kurikulum sebagai pedoman.
Kurikulum sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran harus memiliki kejelasan tentang
gagasan-gagasan dan tujuan yang hendak dicapai melalui penerapan kurikulum.
Perumusan tujuan yang jelas akan meningkatkan efektivitas penerapan kurikulum.
Untuk menempatkan suatu kurikulum pada kedudukan sentral dalam keseluruhan
proses pendidikan, institusi pendidikan dan para pengajar harus mampu
menerjemahkan definisi tersebut sebagai administrator pembelajaran. Tanpa
dinamisaasi pembelajaran, keberadaan kurikulum akan terabaikan atau hanya
sebagai dokumen resmi yang akan ditunjukkan kepada para assessor pada saat
akreditasi.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa,E. 2002.
Kurikulum Berbasis Kompetensi. PT. Remaja Rosda Karya
Mulyasa,E. 2013. Pengembangan dan
Implementasi Kurikulum 2013.Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar