Progressivisme mempunyai konsep yang
didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang menekan atau
mengecam adanya manusia itu sendiri. Aliran Progressivisme mengakui dan
berusaha mengembangakan asas Progressivisme dalam semua realitas, terutama
dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia,
harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Berhubungan
dengan itu progressivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak
otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang.
Pendidikan yang bercorak otoriter
ini dapat diperkirakan mempunyai kesulitan untuk mencapai tujuan, karena kurang
menghargai dan memberikan tempat semestinya kepada kemampuan-kemampuan tersebut
dalam proses pendidikan. Pada hal semuanya itu ibaratkan motor penggerak
manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan atau progress.
Oleh karena itu kemajuan atau
progress ini menjadi inti perhatian progressivisme, maka, beberapa ilmu
pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang oleh progresivisme
merupakan bagian-bagian utama dari kebudayaan. Progresivisme dinamakan
instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi
manusia sebagai alat untuk hidup, kesejahteraan, mengembangkan kepribadian
manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan
mempraktekkan asa eksperimen yang merupakan untuk menguji kebenaran suatu
teori. Sedangkan dinamakan environmetalisme karena aliran ini menganggap
lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.
Progresivisme yang lahir sekitar
abad ke-20 merupakan filsafat yang bermuara pada aliran filsafat pragmatisme
yang diperkenalkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859- 1952),
yang menitikberatkan pada segi manfaat bagi hidup praktis.
Filsafat progressivisme dipengaruhi
oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme dimana telah memberikan konsep dasar
dengan azas yang utama yaitu manusia dalam hidupnya untuk tetap survive
terhadap semua tantangan, harus pragmatis memandang sesuatu dari segi
manfaatnya.
Di sini kita bisa menganggap bahwa
filsafat progressivisme merupakan The Liberal Road of Culture (kebebasan mutlak
menuju kearah kebudayaan) maksudnya nilai-nilai yang dianut bersifat fleksibel
terhadap perubahan, toleran dan terbuka sehingga menuntut untuk selalu maju
bertindak secara konstruktif, inovatif dan reformatif, aktif serta dinamis.
Untuk mencapai perubahan tersebut manusia harus memiliki pandangan hidup yang
bertumpu pada sifat-sifat: fleksibel, curious (ingin mengetahui dan
menyelidiki), toleran dan open minded.
Filsafat progressivisme telah
memberikan kontribusi yang besar di dunia pendidikan, dimana telah meletakkan
dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada peserta didik. Anak didik
diberikan kebebasan secara fisik maupun cara berfikir, guna mengembangakan
bakat, kreatifitas dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat
oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Berdasarkan pandangan di atas maka
sangat jelas sekali bahwa filsafat progressivisme bermaksud menjadikan anak
didik yang memiliki kualitas dan terus maju sebagai generasi yang akan menjawab
tantangan zaman peradaban baru.
A.
Ontologi
Sifat utama dari pragmatisme
mengenai realita, sebenarnya dapat dikatakan John Dewey, dalam bukunya yang
berjudul Creative Intelligence, mengatakan; “…. dengan tepat bahwa tiada teori
realita yang umum.”
Diantara kaum pragmatis – jadi
progresivis – John Dewey mempunyai pandangan yang ekstrim, sebab tokoh-tokoh
lain tidaklah demikian. Mereka mengatakan bahwa metafisika itu ada, karena
pragmatisme mempunyai konsep tentang eksistensi. Misalnya, dari sudut
eksistensi alam bukanlah diartikan sebagai pengertian yang substansial,
melainkan diartikan atau dipandang dari sudut prosesnya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa
ontologi progresivisme mengandung pengertian dan kualitas evolusionistis yang
kuat. Pengalaman diartikan sebagai ciri dinamika hidup, dan hidup adalah
perjuangan, tindakan dan perbuatan. Manusia akan tetap hidup berkembang, jika
ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan dan berani bertindak.
Jelaslah, bahwa selain kemajuan atau
progress, lingkungan dan pengalaman mendapatkan perhatian yang cukup dari
progresivisme. Sehubungan dengan ini, menurut progresivisme, ide-ide,
teori-teori atau cita-cita tidaklah cukup diakui sebagai hal-hal yang ada,
tetapi yang ada ini haruslah dicari artinya bagi suatu kemajuan atau
maksud-maksud yang lainnya. di samping itu manusia harus dapat memfungsikan
jiwanya untuk membina hidup yang mempunyai banyak persoalan dan yang silih
berganti.
Ontologi merupakan salah satu
kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani.
Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani
yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato,
dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan
antara penampakan dengankenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang
pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam
yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah
pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu
substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
B.
Epistomologi
Epistemologi, (dari Bahasa
Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah
cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan.
Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas
dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana
karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan
keyakinan. Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan
hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta
pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh
setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca
indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif,
metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Tinjauan mengenai realita di atas
memberikan petunjuk pragmatisme lebih mengutamakan pembahasan mengenai
epistemologi daripada metafisika. Misal yang jelas adalah tinjauan mengenai
kecerdasan dan pengalaman – yang keduanya tidak dapat dilepaskan satu sama lain
– agar dapat dimengerti arti masing-masing itu.
Pengetahuan yang merupakan hasil
dari aktivitas tertentu diperoleh manusia baik secara langsung melalui pengalam
dan kontak dengan segala realita dalam lingkungan hidupnya, ataupun pengetahuan
yang diperoleh melalui catata-catatan – buku-buku, kepustakaan.
Untuk mengtahui teori pengetahuan
yang dimaksud, perlu kiranya menunjau istilah-istilah dan arti seperti
induktif, rasional dan empirik. Induktif merupakan usaha untuk memperoleh
pengetahuan dengan mengambil data khusus terlebih dahulu dan diikuti dengan
penarikan kesimpulan secara umum. Deduktif adalah sebaliknya, artinya dengan
pengetahuan yang diperoleh dengan berlandaskan ketentuan umum yang berupa
postulat –postulat dan spekulatif.
Dalam epistemologi, rasional berarti
suatu pandangan bahwa akal adalah instrument utama bagi manusia untuk
memperoleh pengetahuan. Empirik adalah sifat pandangan bahwa persepsi indera
adalah media yang memberikan jalan bagi manusia untuk memahami lingkungan.
Fakata yang masih murni saja – yang belum diolah atau disusun – belum merupakan
pengetahuan. Sehingga masih membutuhkan pengorganisasian tertentu dari
“bahan-bahan mentah” tersebut.
Pengetahuan harus disesuaikan dan
dimodifikasi dengan realita baru di dalam lingkungan. Oleh sebab adanya
prisip-prinsip epistemologi tersebut di atas, progresivisme mengadakan
pembedaan anatara pengetahuan dan kebenaran. Pengetahuan adalah kumpulan
kesan-kesan dan penerangan yang terhimpun dari pengalaman yang siap untuk
digunakan. Sedangkan kebenaran ialah hasil tertentu dari usaha untuk
mengetahui, memiliki dan mengarahklan beberapa segmen pengetahuan agar dapat
menumbuhkan petunjuk atau penyelesaian pada situasi tertentu yang mungkin
keadaannya kacau.
Dalam hubungan ini kecerdasan
merupakan faktor utama yang mempunyai kedudukan sentral. Kecerdasan adalah
faktor yang dapat mempertahankan adanya hubungan anatara manusia dengan
lingkungan, baik yang berwujud lingkungan fisik, maupun kebudayaan atau
manusia.
Sementara kaum realis modern,
pragmatis, empirisis logis, atau naturalis mengambil tesis falibilistik bahwa
pengetahuan adalah bersifat kontingen dari perubahan serta kebenaran bersifat
relatif sesuai dengan kondisinya.
Dari sini, epistemologi adalah
bidang tugas filsafat yang mencakup identifikasi dan pengujian kriteria
pengetahuan dan kebenaran. Pernyataan kategoris yang menyebutkan bahwa “ini
kita tahu” atau “ini adalah kebenaran” merupakan pernyataan-pernyataan yang
penuh dengan makna bagi para pendidik karena sedikit banyak hal tersebut
bertaut dengan tujuan pendidikan yang mencakup pencarian pengetahuan dan
perburuan kebenaran.
C.
Axiologi
Aksiologi berasal dari kata axios
dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal,
teori. Axiology artinya teori nilai, penyelidikan tentang kodrat, kriteria dan
status metafisik dari nilai.
Nilai tidak timbul dengan
sendirinya, melainkan ada faktor-faktor yang merupakan pra syarat. Nilai timbul
karena manusia mempunyai bahasa, sehingga memungkinkan adanya relevansi seperti
yang ada dalam masyarakat pergaulan. Oleh karena adanya faktor-faktor yang
menentukan adanya nilai, maka makna nilai itu tidaklah bersifat eksklusif. Ini
berarti berbagai jenis nilai seperti benar atau salah, baik atau buruk dapat
dikatakan ada bila menunjukkan adanya kecocokan dengan hasil pengujian yang
dialami manusia dalam pergaulan.
Berdasarkan pandangan diatas,
progresivisme tidak mengadaklan pembedaan tegas antara nilai instrinsik dan nilai
instrumental. Dua jenis nilai ini saling bergantung satu sama lain seperti juga
halnya pengetahuna dan kebenaran.
Misalnya bila dikatakan bahwa
kesehatan itu selalu bernilai baik tidaklah semata-mata suatu ilustrasi tentang
nilai instrinsik. Nilai kesehatan akan dihayati oleh manusia dengan lebih nyata
bila dihubungkan dengan segi-segi yang bersifat operasional; bahwa kesehatan
yang baik akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Hubungan timbal balik dua sifat
nilai instrinsik dan instrumental ini – menyebabkan adanya sifat perkembangan
dan perubahan pada nilai. Nilai-nilai yang sudah tersimpan sebagai bagian dari
kebudayaan itu ditampilkan sebagai bagian dari pengalaman, sedang
individu-individu mampu untuk mengadakan tinjauan dan penentuan mengenai
standar sosial tertentu. Karena itu nilai merupakan bagian integral dari
pengalaman dan bersifat relative, temporal dan dinamis. Maka sifat
perkembangannya berdasarkan pada dua hal; untuk diri sendiri dalam arti
kebaikan instrinsik dan untuk lingkungan yang lebih luas dalam arti kebaikan
instrumental.
aksiologi bisa disebut sebagai the
theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian
tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta
tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu
teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik
(what is good?). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang
untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep
semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought / should). Demikianlah aksiologi
terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral
dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.
Terdapat dua kategori dasar
aksiologis; (1) objectivism dan (2) subjectivism. Keduanya beranjak dari
pertanyaan yang sama: apakah nilai itu bersifat bergantung atau tidak
bergantung pada manusia (dependent upon or independent of mankind)? Dari sini
muncul empat pendekatan etika, dua yang pertama beraliran obyektivis, sedangkan
dua berikutnya beraliran subyektivis.
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Hasbullah, (1970) Sitematik
Filsafat. Yogyakarta: Widjaya.
Idris, H. Sahara dan Jamal, H
Lisman. 1992. Pengantar Pendidikan. Grasindo.
Sumitro, Dkk, Pengantar Ilmu
Pendidikan, IKIP Yogyakarta
Murtiningsih, Siti. 2004. Pendidikan
Alat Perlawanan, Resist Book.
Sadullah, Uyah. Drs. 2004. Pengantar
Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Alfabet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar