Senin, 26 Desember 2016

Sertifikat Seminar Nasional dan Bedah Buku (Struktur Fundamental Pedagogik Kritis Paulo Freire)


Tentang Benteng Vredeburg


Apa kalian pernah mendengar yang namanya Benteng Vredeburg? Orang Yogyakarta atau yang pernah berkunjung ke Yogyakarta pasti tau Benteng bersejarah ini.

Benteng Vredeburg terletak di Jl. A Yani No. 6, persis didepan Gedung Agung atau utara titik nol kilometer. Bangunan ini dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1760, atas permintaan pemerintahan Belanda yakni, Nicolas Harting. Bangunan mulanya hanya sebuah benteng yang berbentuk bujur sangkar dengan tiap sudutnya memiliki tempat penjagaan disebut seleka atau Bastion. Keempat sudut tersebut di beri nama untuk masing-masing arahnya. Untuk Bastion yang berada di sudut barat laut dinamai Jayawisesa, Sudut timur laut diberi nama Jayapurusa, Sudut bara daya diberi nama Jayaprakosaningprang  dan sudut tenggara diberi nama Jayaprayitna.

Pada tahun 1762 pemerintahan Nicolas Harting digantikan oleh W.H. Ossenberch yang kemudian mengusulkan kepada Sultan untuk membuat bangunan menjadi lebih permanen. Setelah dikabulkan oleh pihak Sultan dimulailah pembangunannya pada tahun 1767 dan diawasi oleh ahli ilmu bangunan Belanda yang bernama Ir. Frans Haak, bangunan ini diselesaikan  pada tahun 1787. Setelah selesai bangunan tersebut diberi nama Rustenburg yang berarti Benteng peristirahatan. Pada tahun 1867 di Yogyakarta diguncang gempa hebat, dan benteng Rustenburg tidak luput dari kondisi tersebut. Setelah melalui pembenahan akhirnya Benteng ini berganti nama menjadi Benteng Vredeburg yang berarti Benteng Perdamaian yang hingga saat ini nama itu tetap dipertahankan. Ini merupakan cerminan bahwa benteng tersebut memaknai bentuk kedamaian hingga saat ini.

Untuk saat ini fungsi dari Benteng Vredeburg menjadi Monumen Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Vredeburg sejak tanggal 23 November 1992. Dan sering pula difungsikan sebagai kegiatan seni dan budaya.

Benteng ini walaupun sudah berumaur ratusan tahun namun kondisinya cukup terjaga dengan baik. Dan masih terlihat kemegahannya dimasa lalu. Ruangan-ruangan yang ada menyimpan ratusan diorama yang menggambarkan tentang perjuangan bangsa Indonesia hingga masa orde baru serta beberapa benda bersejarah, foto-foto dan lukisan perjuangan nasional.

Bagi pengunjung yang ingin berkeliling dengan bersepeda dapat menyewa sepeda onthel seharga Rp. 5.000,-. Dan tempat ini juga sudah dilengkapi dengan hot spot area yang bisa diakses pengunjung dengan gratis. Benteng Vredeburg mempunyai fasilitas selain free hot spot tersedia juga ruang perpustakaan, ruang seminar, diskusi dan pelatihan serta pertemuan, Ruang belajar kelompok, ruang tamu, Mushola, dan pemandu.

Benteng Vredeburg dibuka untuk umum setiap hari selasa sampai dengan jum’at mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB sedangkan sabtu dan minggu mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB, hari libur nasional tempat ini tetap buka sedangkan setiap hari senin tutup. Untuk tiket masuk per orang dikenai biaya sebesar Rp. 1.000,-.

Sumber            :

Asal Usul Kota Serang


Raden Walangsungsang dan Putri Rarasantang adalah putra putri Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Pajajaran. Prabu Siliwangi beragama Buddha. la kembali ke agama lamanya itu setelah istrinya, Nyi Mas Subanglarang (ibunda Walangsungsang dan Rarasantang) wafat.

Suatu ketika, Walangsungsang dan Rarasantang pergi menemui Syekh Idlofi di Cirebon untuk belajar agama Islam, tanpa seizin sang ayah. Mereka belajar agama Islam dengan tekun. Setelah beberapa lama, Syekh Idlofi menyuruh Walang sungsang membuka hutan di selatan Gunung Jati untuk dijadikan sebuah pedukuhan. Walangsungsang pun melaksanakan perintah itu. Pedukuhan itu kemudian diberi nama Tegal Alang¬alang dan Walangsungsang dijadikan sebagai pemimpin pedukuhan itu dengan gelar Pangeran Cakrabuana.

Pada suatu hari Syekh Idlofi memerintahkan Pangeran Cakrabuana dan Rarasantang untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah.

Pangeran Cakrabuana dan Rarasantang pun berangkat. Di tanah suci Mekah, mereka tak hanya berhaji, tetapi juga memperdalam pengetahuan mereka tentang agama Islam.

Rarasantang kemudian menikah dengan Sultan Syarif Abdullah, Raja Mesir yang seorang duda. Sultan Syarif Abdullah mengganti nama Rarasantang menjadi Syarifah Mudaim. Mereka pun dikaruniai dua orang putra, yakni Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Sementara itu, setelah tiga tahun tinggal di Mesir, Pangeran Cakrabuana kembali ke Cirebon. Setiba di Cirebon, dibangunnya sebuah negeri dengan nama Caruban Larang.

Di Mesir, Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah belajar Islam dengan rajin dan tekun. Pada saat Syarif Hidayatullah berusia dua puluh tahun, ayahnya wafat. Sebagai anak yang paling tua, ia ditunjuk untuk menggantikan sang ayah sebagai Raja Mesir. Namun, Syarif Hidayatullah menolak. Diserahkannya takhta pada sang adik. Beberapa bulan kemudian, Syarif Hidayatullah dan sang ibu kembali ke Cirebon.

Dalam perjalanan ke Cirebon itu, Syarif Hidayatullah dan ibunya singgah di Mekah, Gujarat, serta Pasai. Tahun 1475 mereka pun tiba di Cirebon. Pangeran Cakrabuana menyambutnya dengan sangat sukacita. Ketika itu Syekh Idlofi sudah wafat. Syarif Hidayatullah ‘pun meneruskan jejak Syekh Idlofi mengajarkan agama Islam.

Pangeran Cakrabuana kemudian menikahkan Syarif Hidayatullah dengan putrinya, Pakungwati, dan mengangkatnya sebagai penguasa baru Caruban Larang. Syarif Hidayatullah kemudian pergi ke Pajajaran untuk menemui kakeknya, Prabu Siliwangi.

Prabu Siliwangi menyambut Syarif Hidayatullah dengan penuh kasih dan sukacita. Ketika Syarif Hidayatullah mengajaknya masuk Islam, Prabu Siliwangi menolak. Namun, ia tidak menghalangi Syarif Hidayatullah menyebarkan agama Islam di wilayah Pajajaran. Syarif Hidayatullah kemudian meneruskan perjalanan. la tiba di satu daerah persawahan di Banten.

“Serang!” seru Syarif Hidayatullah, sambil menatap kagum hamparan padi menguning di depannya.
Ketika itu penduduk Banten sudah mengenal agama Islam dari para pedagang Arab dan Gujarat yang berlabuh di pelabuhan Banten. Adipati Banten menyambut baik kedatangan Syarif Hidayatullah. la juga tidak menghalangi Syarif Hidayatullah menyebarkan agama Islam di daerah kekuasaannya. la bahkan menikahkan Syarif Hidayatullah dengan putrinya, Ratu Kawunganten. Mereka kemudian dikaruniai dua orang anak, Ratu Winaon dan Pangeran Sabakingking. Pangeran Sabakingking kemudian dikenal sebagai Maulana Hasanuddin, Sultan Banten I. Daerah persawahan tempat Syarif Hidayatullah pertama kali menginjakkan kaki di Banten, kemudian dikenal dengan nama Serang (artinya ‘sawah’), sampai sekarang Kota Serang kini merupakan ibu kota Provinsi Banten.


Sumber :

Filosofi Permainan Gobak Sodor


Ada yang pernah main permainan yang namanya “Gobak Sodor” atau "Galasin" sama temen-temennya? Kalau bermain permainan ini pasti membutuhkan banyak orang. Dan kalau main permainan ini pasti ga lepas sama yang namanya teriak-teriakan, keringet yang bercucuran, bau keringet dan pastinya bau ketek karena harus lari-larian wkwk.. 

Permainan ini ternyata mempunyai makna filosofis. Permainan ini sangat menarik, menyenangkan sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan. Nilai Spiritual dalam Permainan Gobak Sodor selain kebersamaan, kita juga bisa belajar kerja sama yang kompak antara satu penjaga dan penjaga lain agar lawan tidak lepas kendali untuk keluar dari kungkungan kita. Di pihak lain bagi penerobos yang piawai, disana masih banyak pintu-pintu yang terbuka apabila satu celah dirasa telah tertutup. Jangan putus asa apabila dirasa ada pintu satu yang dijaga, karena masih ada pintu lain yang siap menerima kedatangan kita, yang penting kita mau mau berusaha dan bertindak segera. Ingatlah bahwa peluang selalu ada, walaupun terkadang nilai probabilitasnya sedikit.

Filosofi Permainan Petak Umpet


Siapa yang dulu waktu kecil suka main petak umpet? Petak umpet ini kayaknya permainan semua anak-anak di seluruh dunia ya. Main petak umpet sore-sore kurang afdol kalo ga sampai azan magrib wkwk. Tapi, katanya jangan suka main petak umpet sampai magrib karena nanti bisa digondol wewe gombel hihi.. serem yaa!! Sebenarnya terlepas dari benar atau tidaknya mitos tersebut, anak-anak memang tidak boleh main sampai magrib, karena magrib (petang) adalah waktunya orang untuk beribadah bagi umat islam, dan setelah itu biasanya anak-anak sekolah harus belajar, bukannya bermain.

Nah, ternyata permainan kita waktu kecil ini memiliki makna filosofis loh! Apa sih makna filosofisnya..

Dalam permainan petak umpet, pemain yang sudah ditemukan akan diseru, "Hong!"(sambil disebut namanya), maka ia harus keluar dan tidak boleh kemana-mana. Ia harus berdiri di dekat orang yang menemukannya untuk melihat permainan berlangsung sampai semua pemain yang sembunyi ditemukan. Permainan tersebut adalah simbol, bahwa orang-orang yang bermain itu adalah manusia di dunia ini. Ketika mereka akhirnya ditemukan, itu artinya mereka sudah dipanggil kembali kepada Allah. Dan pekerjaan dia adalah menonton manusia lain yang masih sedang "bermain" di dunia ini.

Minggu, 25 Desember 2016

Filosofi Permainan Engklek


Permainan Tradisional Engklek sering disebut juga sebagai permainan tradisional Sunda Manda. Engklek merupakan sebuah permainan tradisional yang sudah banyak dikenal oleh anak-anak di Indonesia. Telah banyak dimainkan oleh anak-anak pada masa dahulu, bahkan sekarang ini permainan tradisional engklek juga dimainkan oleh anak-anak muda.

Permainan Tradisional Engklek Dan Sejarahnya

Permainan tradisional engklek yang juga disebut dengan sunda manda ini diyakini mempunyai nama asli ‘Zondag Maandag’ yang merupakan bahasa Belanda. Jadi berdasar sejarahnya memang permainan tradisional engklek ini masuk ke Indonesia melalui Belanda yang pada masa lalu menjajah Indonesia. Diyakini pada masa penjajahan inilah permainan tradisional engklek dibawa masuk ke Indonesia oleh Belanda.

Memang sampai dengan saat ini tidak ada bukti sejarah yang otentik yang dapat menyimpulkan mengenai sejarah permainan tradisional engklek. Namun permainan tradisional engklek ini sudah sangat populer di kalangan anak perempuan di Eropa pada masa perang dunia. Sedangkan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda banyak dijumpai anak-anak perempuan Belanda bermain permainan tradisional engklek ini. Memang permainan ini lebih banyak dimainkan oleh anak perempuan, walaupun ternyata kemudian anak-anak lelaki pun banyak yang turut bermain permainan tradisional engklek. 

Setelah Indonesia merdeka dari penjajahan, permainan tradisional engklek tetap bertahan di Indonesia dan menjadi semakin dikenal oleh anak-anak kecil di Indonesia. Begitupun dalam hal penyebarannya, semakin lama permainan tradisional engklek semakin populer dan menyebar ke seluruh pelosok negeri ini. Hingga akhirnya bisa dibilang tidak ada anak kecil yang tidak tahu permainan tradisional engklek. 



Seperti Apakah Permainan Tradisional Engklek Itu?

Mungkin juga ada diantara kita yang belum tahu seperti apakah sebenarnya permainan tradisional engklek itu. Hal ini wajar karena sekarang ini permainan tradisional engklek memang telah jarang ditemukan diantara permainan anak zaman sekarang. 



Pemain Dalam Permainan Tradisional Engklek

Permainan tradisional engklek biasanya dimainkan oleh anak perempuan. Jarang sekali permainan tradisional engklek dilakukan oleh anak laki-laki ataupun anak remaja. Mungkin karena permainan tradisional ini lebih identik dengan perempuan. 

Engklek bisa dimainkan hanya oleh 1 orang anak saja, bisa lebih dari 1 anak, tapi bisa juga dimainkan secara beregu. Biasanya untuk permainan beregu akan dimainkan oleh 2 regu yang masing-masing terdiri dari beberapa anak. 



Lapangan Untuk Permainan Tradisional Engklek

Untuk dapat memainkannya, para pemain harus memainkan engklek di halaman. Permainan ini memang sebuah permainan outdoor atau permainan yang harus dilakukan di luar rumah. Memerlukan sebuah pekarangan kecil untuk dapat memainkan permainan tradisional engklek. Diperlukan sebuah tanah pekarangan yang datar dengan ukuran kurang lebih 3 – 4 m2. Bisa di atas tanah, pelataran ubin, ataupun aspal. 

Lapangan atau arena engklek biasanya berupa kotak-kotak atau persegi panjang dengan ukuran sekitar 30 – 60 cm2. Untuk membuat lapangan, anak-anak biasanya menggunakan kapur tulis, pecahan genteng, arang, atau apapun untuk menggambar lapangan engklek. 



Cara Bermain Permainan Tradisional Engklek

Permainan tradisional engklek adalah sebuah permainan tradisional sederhana yang dilakukan dengan cara melemparkan sebuah pecahan genteng atau batu berbentuk pipih. Satu anak hanya akan memiliki 1 pecahan genting (kreweng) yang disebut ‘Gacuk’. 

Permainan dilakukan secara bergantian. Para pemain akan mengundi urutan pemain yang akan bermain. Pemain pertama harus melemparkan pecahan gentingnya ke kotak pertama yang terdekat. Setelah itu dia harus melompat-lompat ke semua kotak secara berurutan hanya degan menggunakan 1 kaki, sedangkan kaki yang lainnya harus diangkat dan tidak boleh turun menyentuh tanah. Kotak yang terdapat gacuk milik pemain tersebut tidak boleh diinjak (harus dilewati). Dan pemain yang sedang bermain dengan meloncat dilarang untuk menyentuh atau menginjak garis pembatas. 

Pemain permainan tradisional engklek harus meloncat ke setiap kotak sampai di ujung terjauh yang biasanya berbentuk setengah lingkaran atau kotak yang besar. Dari sana dia harus kembali dengan cara melompat lagi. Saat sampai di kotak yang terdapat gacuk miliknya, dia harus mengambil gacuk itu dengan tangannya, sementara itu sebelah kakinya harus tetap terangkat dan tidak boleh menyentuh tanah. Kemudian dia harus melanjutkan membawa gacuk tersebut sampai keluar kotak pertama. 

Pemain permainan tradisional engklek yang sedang bermain harus mengulang permainan ini dengan melempar gacuk dari mulai kotak pertama terus sampai semua kotak, dan akhirnya selesai kembali ke kotak pertama lagi. Namun bagi pemain yang melanggar aturan tidak boleh melanjutkan permainan, dan digantikan oleh pemain berikutnya. Tapi dia boleh melanjutkan permainannnya setelah semua pemain mendapat giliran bermain. 

Permainan selesai jika gacuk seorang pemain telah melalui semua kotak sampai kembali lagi ke kotak pertama dengan selamat. Setelah itu pemain tersebut akan berdiri membelakangi lapangan engklek dan melemparkan gacuk-nya ke belakang. Jika beruntung gacuk itu akan berhenti di dalam salah satu yang kosong. Nah kotak itu akan menjadi miliknya atau rumahnya. Tapi jika lemparan gacuk-nya melesat keluar arena atau menyentuh garis batas, maka pemain itu harus mengulang lemparannya setelah pemain berikutnya melempar. Nah aturan lainnya adalah kotak yang sudah ada pemiliknya tidak boleh diinjak pemain lain ataupun disentuh oleh gacuk pemain lain yang dilempar.



Filosofi Permainan Tradisional Engklek

Permainan tradisional engklek sebenarnya juga memiliki makna filosofis. Permainan tradisional engklek bisa diartikan sebagai simbol dari usaha manusia untuk membangun tempat tinggalnya atau rumahnya. Selain itu permainan tradisional engklek juga memiliki filosofi sebagai simbol usaha manusia untuk mencapai kekuasaan. 

Namun dalam pencapaian usaha itu tentu saja manusia tidak bisa sembarangan dengan menabrak semua tata aturan yang telah ada. Namun selalu tetap berusaha selaras dengan aturan yang telah dibuat. Nah dalam permainan tradisional engklek ini juga ada aturan-aturan baku yang menjadi patokan saat bermain permainan tradisional engklek. 


Sumber :

Filosofi Permainan Dakon


Ada yang tau apa sih permainan dakon itu? Kalo ga tau congklak deh congklak. Nah baru tau kan kalo dakon itu congklak.. sebagian mungkin ada yang udah tau kalo dakon itu congklak. Permainan ini juga merupakan salah satu mainanku waktu kecil. 

Permainan Dakon dimainkan dengan cara mengisi cekungan-cekungan yang ada di hadapan dengan biji buah sawo atau kecik. Permainan ini menggambarkan bahwa seorang manusia harus selalu berhati-hati dan teliti menggunakan dan memanfaatkan kemampuannya. Apabila manusia bisa menggunakan  dan memanfaatkan apa yang dimiliki dengan baik, maka manusia tersebut akan mendapatkan keuntungan. Manusia yang bisa selalu hemat dalam membelanjakan keuangannya juga akan menghasilkan kesuksesan dalam bidang ekonomi. Hal ini digambarkan dengan perjalanan hidup manusia dengan menjatuhkan masing-masing satu biji ke dalam cekungan yang ada di papan Dakon tersebut. Apabila seorang anak bisa memperhitungkan permainannya dengan baik, maka dia akan  mendapatkan rejeki mengambil kecik milik lawannya untuk dimasukkan ke dalam lumbungnya. Namun apabila anak tersebut tidak berhati-hati, maka dia akan mati langkah dan harus berhenti bermain.

Gambaran tersebut sejalan dengan perjalanan hidup manusia yang dituntut untuk harus selalu berhati-hati menjalankann hidupnya agar bisa mengambil keuntungan dan sukses, namun apabila manusia tersebut tidak berhati-hati, maka sudah pasti dia akan mendapatkan kemalangan dan celaka.

Nilai-nilai posotif yang terkandung dalam permainan tradisional anak-anak di Nusantara ini yang kemudian menuntut perhatian dan pelestarian agar anak-anak generasi mendatang tidak melupakannya dan menggantikannya dengan permainan modern. Permainan modern yang canggih memang dapat menggantikan fungsi permainan tradisional untuk memberikan rasa senang pada anak-anak, namun knyataanya permainan modern tidak dapat menggantikan nilai-nilai positif yang terkandung dalam permainan tradisional.


Sumber :

Filosofi Permainan Bola Bekel


Siapa yang dulu waktu kecil suka mainan bola bekel? Waktu aku kecil, aku sering banget mainan bola bekel. Jaman SD, suka adu-aduan sama temen, siapa yang paling lama matinya, dia yang menang. Ternyata permainan kita waktu kecil ini punya makna filosofis loh. Apa sih makna filosofisnya?

Permainan bola bekel dalah permainan yang dalam pelaksanaannya menggunakan aturan tersendiri. Aturan tersebut menggambarkan aturan yang harus dimiliki manusia dalam kehidupannya. Dan untuk mencapai keselamatan dan kemenangan hidup (kemenangan dalam permainan), maka seorang manusia harus mengikuti aturan permainan hidup.

Saat bola dilempar ke atas, saat itu bisa dimaknai sebagai orang hidup harus selalu ingat pada Tuhan Yang maha Esa, setelah itu bola akan kembali turun dan ditangkap oleh pemainnya menggambarkan bahwa selain ingat pada Tuhan Yang Maha Esa, manusia juga harus ingat pada sesame manusia untuk hidup bersosialisasi.

Setelah itu, biji atau bekel yang ada diraup jadi satu dalam genggaman dan disebar, maknanya adalah bahwa manusia hidup harus ingat pada sesamanya dan selalu berbuat baik pada sesamanya yang berasal dari Tuhan yang “Satu”. Setelah bekel disebar, bola kembali dilempar ke atas sambil membolak-balik timbel (bekel) dari urutan 1 sampai 5. Hal ini menggambarkan bahwa manusia hidup harus hidup sesuai aturan dan harus bisa mengendalikan hawa nafsu, karena sesuatu hal dalam hidup manusia akan berhubungan dengan hal yang lain.


Sumber :

Legenda Candi Prambanan


Zaman dahulu ada sebuah kerajaan di Pengging. sang raja mempunyai seorang putera bernama Joko Bandung. Joko bandung adalah seorang pemuda perkasa, seperti halnya sang ayah, ia juga mempunyai berbagai ilmu kesaktian yang tinggi. bahkan konon kesaktiannya lebih tinggi dari ayahnya karena Joko bandung suka berguru kepada para pertapa sakti.

Di Prambanan terdapat sebuah kerajaan, Rajanya bernama Raja Boko. sang raja mempunyai seorang puteri berwajah cantik bernama Roro Jongrang. Raja Boko bertubuh tingggi besar sehingga sebagian besar orang menganggapnya sebagai keturunan raksasa.

Antara Kerajaan pengging dan Kerajaan prambanan terjadi peperangan. Pada mulanya Raja pengging kalah. tentara Pengging banyak yang mati di medan perang.

Mendengar kekalahan pasukan ayahnya maka Joko Bandung bertekad menyusul pasukan ayahnya. dalam perjalanan, di tengah hutan, Joko Bandung bertemu dan berkelahi dengan seorang raksasa bernama Bandawasa. Menjelang ajal Bandawasa yang juga berilmu tinggi ini ternyata menyusup ke dalam roh Joko Bandung dan minta namanya digabung dengan pemuda itu sehingga putera Raja Pengging ini bernama Joko Bandung Bandawasa.

Joko bandung maju ke medan perang, selama berhari-hari pertarungan berlangsung, namun pada akhirnya pemuda itu dapat mengalahkan dan membunuh Prabu Boko.

Ketika Joko Bandung memasuki istana kaputren ia melihat Roro Jonggrang yang cantik jelita, Joko Bandung langsung jatuh cinta dan ingin memperisterinya, Namun Roro Jonggrang berusaha mengelak keingginannya karena Roro Jonggrang tahu bahwa pembunuh ayahnya adalaj Joko Bandung.

Namun untuk menolak begitu saja tentu Roro jonggrang tidak berani, maka Roro Jonggrang mengajukan syarat, ia mau diperisteri oleh Joko Bandung asalkan Pemuda itu bersedia membuatkan seribu candi dan dua buah sumur yang sangat dalam dalam waktu satu malam.

Menurut anggapan Roro Jonggrang pasti Joko Bandung tidak mungkin dapat memenuhi permintaan tersebut. Diluar dugaan Joko Bandung menyanggupinya. Joko Bandung Bandawasa yang sakti itu minta bantuan makhluk halus. Mereka bekerja keras setelah matahari terbenam, dan satu persatu candi yang diminta oleh Roro Jonggrang mendekati penyelesaian.

Melihat kejadian tersebut, Roro Jonggrang heran karena bangunan candi yang begitu banyak sudah hampir selesai. Pada tengah malam sewaktu makhluk halus melanjutkan tugas menyelesaikan bangunan candi yang tinggal sebuah, Roro Jonggrang membangunkan gadis-gadis desa Prambanan agar menumbuk padi sambil memukul-mukulkan alu pada lesungsehingga kedengaran suara yang riuh. Ayam jantanpun berkokok bersahut-sahutan. Mendengar suara-suara tersebut, para makhluk halus segera menghentikan pekerjaannya. Disangkanya hari telah pagi dan matahari hampir terbit. 

Permintaan Roro Jonggrang tidak dapat terpenuhi karena masih kurang satu bangunan candi. marahlah Joko Bandung, karena ulah dan tipu muslihat dari Roro Jonggrang.

Waktu itulah Bandung mendekati Jonggrang dan berkata," Jonggrang..kau ini hanya mencari-cari alasan, kalau tidak mau jangan mencoba mengelabuhiku, kau ini keras kepala seperti batu!".

Seketika Roro Jonggrang berubah menjadi arca batu besar. Demikian pula para dara yang tinggal di desa Prambanan mendapat kutukan dari Bandung Bandawasa, tidak laku kawin sebelum mencapai usia tua.


Candi yang dibuat makhluk halus meskipun jumlahnya belum mencapai seribu disebut candi sewu yang berdekatan dengan candi Roro Jonggrang. Maka candi Prambanan disebut juga candi Roro Jonggrang.

Begitulah cerita Bandung Bandawasa, dimana sejak kecil kita selalu diarahkan ke pesan moral bahwa sesungguhnya perbuatan curang dan berkhianat itu tidaklah baik, namun menurut saya cerita ini mempunyai pesan filosofi lainnya, yaitu tentang Pengorbanan Cinta..Candi Prambanan adalah bukti bahwa Pengorbanan Cinta itu tak ada artinya kalo Orang Yang Kamu Cintai tak Mencintaimu. Selain itu dari cerita ini kita juga bisa tau bahwa Cinta itu berawal dari kenyamanan bukan paksaan, atau pengorbanan. Pengorbanan itu akan berarti ketika 2 insan manusia sudah merasa nyaman. Pengorbanan bukanlah awal mula cinta, tapi adalah cara untuk menjaga cinta.

Asal Usul Nama Tangerang


Dulu bernama Tanggeran. Menurut tradisi lisan yang menjadi pengetahuan masyarakat Tangerang, nama daerah Tengerang dulu dikenal dengan sebutan Tanggeran yang berasal dari bahasa Sunda yaitu tengger dan perang. Kata “tengger” dalam bahasa Sunda memiliki arti “tanda” yaitu berupa tugu yang didirikan sebagai tanda batas wilayah kekuasaan Banten dan VOC, sekitar pertengahan abad 17. Oleh sebab itu, ada pula yang menyebut Tangerang berasal dari kata Tanggeran (dengan satu g maupun dobel g). Daerah yang dimaksud berada di bagian sebelah barat Sungai Cisadane (Kampung Grendeng atau tepatnya di ujung jalan Otto Iskandar Dinata sekarang). Tugu dibangun oleh Pangeran Soegiri, salah satu putra Sultan Ageng Tirtayasa. Pada tugu tersebut tertulis prasasti dalam huruf Arab gundul dengan dialek Banten, yang isinya sebagai berikut:

Bismillah peget Ingkang Gusti
Diningsun juput parenah kala Sabtu
Ping Gasal Sapar Tahun Wau
Rengsena Perang nelek Nangeran
Bungas wetan Cipamugas kilen Cidurian
Sakebeh Angraksa Sitingsung Parahyang-Titi

Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Dengan nama Allah tetap Maha Kuasa
Dari kami mengambil kesempatan pada hari Sabtu
Tanggal 5 Sapar Tahun Wau
Sesudah perang kita memancangkan Tugu
Untuk mempertahankan batas Timur Cipamugas
(Cisadane) dan Barat yaitu Cidurian
Semua menjaga tanah kaum Parahyang


Sedangkan istilah “perang” menunjuk pengertian bahwa daerah tersebut dalam perjalanan sejarah menjadi medan perang antara Kasultanan Banten dengan tentara VOC. Hal ini makin dibuktikan dengan adanya keberadaan benteng pertahanan kasultanan Banten di sebelah barat Cisadane dan benteng pertahanan VOC di sebelah Timur Cisadane. Keberadaan benteng tersebut juga menjadi dasar bagi sebutan daerah sekitarnya (Tangerang) sebagai daerah Beteng. Hingga masa pemerintahan kolonial, Tangerang lebih lazim disebut dengan istilah “Beteng”.

Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, sekitar tahun 1652, benteng pertahanan kasultanan Banten didirikan oleh tiga maulana (Yudhanegara, Wangsakara dan Santika) yang diangkat oleh penguasa Banten. Mereka mendirikan pusat pemerintahan kemaulanaan sekaligus menjadi pusat perlawanan terhadap VOC di daerah Tigaraksa. Sebutan Tigaraksa, diambil dari sebutan kehormatan kepada tiga maulana sebagai tiga pimpinan (tiga tiang/pemimpin). Mereka mendapat mandat dari Sultan Agung Tirtoyoso (1651-1680) melawan VOC yang mencoba menerapkan monopoli dagang yang merugikan Kesultanan Banten. Namun, dalam pertempuran melawan VOC, ketiga maulana tersebut berturut-turut gugur satu persatu.

Perubahan sebutan Tangeran menjadi Tangerang terjadi pada masa daerah Tangeran mulai dikuasai oleh VOC yaitu sejak ditandatangani perjanjian antara Sultan Haji dan VOC pada tanggal 17 April 1684. Daerah Tangerang seluruhnya masuk kekuasaan Belanda. Kala itu, tentara Belanda tidak hanya terdiri dari bangsa asli Belanda (bule) tetapi juga merekrut warga pribumi di antaranya dari Madura dan Makasar yang di antaranya ditempatkan di sekitar beteng. Tentara kompeni yang berasal dari Makasar tidak mengenal huruf mati, dan terbiasa menyebut “Tangeran” dengan “Tangerang”. Kesalahan ejaan dan dialek inilah yang diwariskan hingga kini.


Sebutan “Tangerang” menjadi resmi pada masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945. Pemerintah Jepang melakukan pemindahan pusat pemerintahan Jakarta (Jakarta Ken) ke Tangerang yang dipimpin oleh Kentyo M Atik Soeardi dengan pangkat Tihoo Nito Gyoosieken seperti termuat dalam Po No. 34/2604. Terkait pemindahan Jakarta Ken Yaskusyo ke Tangerang tersebut, Panitia Hari Jadi Kabupaten Tangerang kemudian menetapkan tanggal tersebut sebagai hari lahir pemerintahan Tangerang yaitu pada tanggal 27 Desember 1943. Selanjutnya penetapan ini dikukuhkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Tangerang Nomor 18 Tahun 1984 tertanggal 25 Oktober 1984.

Sumber            :

Asal Usul Surabaya


Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota "terbesar" kedua di Indonesia setelah Jakarta, dengan jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa, Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia timur. Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah. Kata Surabaya konon berasal dari cerita mitos pertempuran antara sura (ikan hiu) dan baya (buaya) dan akhirnya menjadi kota Surabaya

Dahulu, di lautan luas sering terjadi perkelahian antara Ikan Hiu Sura dengan Buaya. Mereka berkelahi hanya karena berebut mangsa.Keduanya sama-sama kuat, sama-sama tangkas,sama-sama cerdik, sama-sama ganas dan sama-sama rakus.Sudah berkali-kali mereka berkelahi belum pernah ada yang menang atau pun yang kalah. akhirnya mereka mengadakan kesepakatan.

"Aku bosan terus-menerus berkelahi, Buaya," kata ikan Sura. "Aku juga, Sura.Apa yang harus kita lakukan agar kita tidak lagi berkelahi?" tanya Buaya Ikan Hiu Sura sudah punya rencana untuk menghentikan perkelahiannya dengan Buaya segera menerangkan. "Untuk mencegah perkelahian di antara kita,sebaiknya kita membagi daerah kekuasaan menjadi dua. Aku berkuasa sepenuhnya di dalam air dan harus mencari mangsa di dalam air,sedangkan kamu barkuasa di daratan dan mangsamu harus yang berada di daratan. Sebagai batas antara daratan dan air, kita tentukan batasnya,yaitu tempat yang dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut!" "Baik aku setujui gagasanmu itu!" kata Buaya.
Dengan adanya pembagian wilayah kekuasaan, maka tidak ada lagi perkelahian antara Sura dan Buaya. Keduanya telah sepakat untuk menghormati wilayah masing-masing. Tetapi pada suatu hari,Ikan Hiu Sura mencari mangsa di sungai. Hal ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi agar Buaya tidak mengetahui. Mula-mula hal ini memang tidak ketahuan. Tetapi pada suatu hari Buaya memergoki perbuatan Ikan Hiu Sura ini.Tentu saja Buaya sangat marah melihat Hiu Sura melanggar janjinya. "Hai Sura, mengapa kamu melanggar peraturan yang telah kita sepakati berdua? Mengapa kamu berani memasuki sungai yang merupakan wilayah kekuasaanku?" tanya Buaya.

Ikan Hiu Sura yang merasa tak bersalah tenang-tenang saja. "Aku melanggar kesepakatan? Bukankah sungai ini berair.Bukankah aku sudah bilang, bahwa aku adalah penguasa di air? Nah, sungai ini 'kan ada airnya, jadi juga termasuk daerah kekuasaanku, " Kata Ikan Hiu Sura. "Apa? Sungai itu 'kan tempatnya di darat, sedang daerah kekuasaanmu ada di laut, berarti sungai itu adalah darerah kekuasaanku!" Buaya ngotot. "Tidak bisa. Aku 'kan tidak pernah bilang kalau di air itu hanya air laut, tetapi juga airsungai" jawab Hiu Sura? "Kau sengaja mencari gara-gara,Sura?" "Tidak! kukira alasanku cukup kuat dan aku memang dipihak yang benar!" kata Sura. "Kau sengaja mengakaliku.Aku tidak sebodoh yang kau kira!" kata Buaya mulai ,marah. "Aku tidak perduli kau bodoh atau pintar, yang penting air sungai dan air laut adalah kekuasaanku!" Sura tak mau kalah. Karena tidak ada yang mau mengalah, maka pertempuran sengit antara Ikan Hiu Sura dan Buaya terjadi lagi.

Pertarungan kali ini semakin seru dan dahsyat. Saling menerjang dan menerkam, saling menggigit dan memukul. Dalam waktu sekejap, air disekitarnya menjadi merah oleh darah yang keluar dari luka-luka kedua binatang tersebut. Mereka terus bertarung mati-matian tanpa istirahat sama sekali. Dalam pertarungan dahsyat ini, Buaya mendapat gigitan Hiu Sura di pangkal ekornya sebelah kanan. Selanjutnya, ekornya itu terpaksa selalu membengkok kekiri. Sementara ikan Sura juga tergigit ekornya hingga hampir putus, lalu ikan Sura kembali ke lautan. Buaya puas telah dapat mempertahankan daerahnya.

Pertarungan antara ikan Hiu yang bernama Sura dan Buaya ini sangat berkesan di hati masyarakat Surabaya. Oleh karena itu,nama Surabaya selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa ini. Dari peritiwa inilah kemudian dibuat lambang Kota Surabaya yaitu gambar "ikan sura dan buaya".

Namun ada juga sebahagian berpendapat, asal usul Surabaya berasal dari kata Sura dan Baya. Sura berarti Jaya atau selamat. Baya berarti bahaya, jadi Surabaya berarti "selamat menghadapi bahaya". Bahaya yang dimaksud adalah serangan tentara Tar-tar yang hendak menghukum Raja Jawa.Seharusnya yang dihukum adalah Kartanegara, karena Kartanegara sudah tewas terbunuh, maka Jayakatwang yang diserbu oleh tentara Tar-tar itu. Setelah mengalahkan Jayakatwang, orang Tar-tar itu merampas harta benda dan puluhan gadis-gadis cantik untuk dibawa keTiongkok. Raden Wijaya tidak terima diperlakukan seperti itu. Dengan siasat yang jitu, Raden Wijaya menyerang tentara Tar-tar di pelabuhan Ujung Galuh hingga mereka menyingkir kembali ke Tiongkok. Selanjutnya, dari hari peristiwa kemenangan Raden Wijaya inilah ditetapkan sebagai hari jadi Kota Surabaya.

Surabaya sepertinya sudah ditakdirkan untuk terus baergolak.Tanggal 10 November 1945 adalah bukti jati diri warga Surabaya yaitu berani menghadapi bahaya serangan Inggris dan Belanda. Di zaman sekarang, setelah ratusan tahun dari cerita asal usul Surabaya tersebut, ternyata pertarungan memperebutkan wilayah air dan darat terus berlanjut. Di kalamusim penghujan tiba kadangkala banjir menguasai kota Surabaya. Pada musim kemarau kadangkala tempat-tempat genangan air menjadi daratan kering. Itulah Surabaya.

Sumber : Asal usul Surabaya oleh M.B. Rahimsah.AR - Wikipedia


Sabtu, 24 Desember 2016

Filosofi Hidup Orang Jawa

Filosofi Jawa dinilai sebagai hal yang kuno, ndeso dan ketinggalan jaman. Padahal, filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Warisan budaya pemikiran orang Jawa ini bahkan mampu menambah wawasan kebijaksanaan dan mengajarkan hidup kita agar senantiasa “Eling lan Waspodo”. 

Berikut kumpulan falsafah beserta arti penjelasannya yang menjadi pedoman hidup masyarakat Jawa:

1.      Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala),

Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat.

2.      Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara

Maksudnya Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).

3.      Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti

Artinya segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.

4.      Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha

Artinya Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan, Kaya tanpa didasari kebendaan.

5.      Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan

Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.

6.      Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman

Jangan mudah terheran-heran, Jangan mudah menyesal, Jangan mudah terkejut- kejut, Jangan mudah kolokan atau manja.

7.      Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman

Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi.

8.      Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka

Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.

9.      Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo

Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat.

10.  Aja Adigang, Adigung, Adiguno

Maksudnya adalah Jaga kelakuan / tatakrama, jangan sombong dengan kekuatan, kedudukan, ataupun latarbelakangmu.

11.  Alon-alon waton klakon

Filosofi ini sebenarnya berisikan pesan tentang safety/keselamatan. Padahal kandungan maknanya sangat dalam. Filosofi ini mengisyaratkan tentang kehati-hatian, waspada, istiqomah, keuletan, dan yang jelas tentang safety.

12.  Nerimo ing pandum

Makna dari kata tersebut mengandung Arti yang mendalam menunjukan pada sikap Kejujuran, keiklasan, ringan dalam bekerja dan ketidakinginan untuk korupsi.
Inti filosofi ini adalah Orang harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan.

13.  Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan waspodo.

Artinya sekarang zaman edan, yang gak enda gak bakal kebagian; Hanya orang yang ingat kepada Allah yang beruntung. disini saja juga tidak cukup dan waspada terhadap duri-duri kehidupan yang setiap saat bisa datang dan menghujam kehidupan, sehingga bisa mengakibatkan musibah yang berkepanjangan.

14.  Mangan ora mangan sing penting ngumpul.

Artinya Makan tidak makan yang terpenting adalah dapat berkumpul (kebersamaan).
Filosofi ini adalah sebuah peribahasa. Kalimat peribahasa tidaklah tepat kalau diartikan secara aktual. Filosofi ini sangat penting bagi kehidupan berdemokrasi. Kalau bangsa kita mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas saya yakin negara kita pasti akan aman, tentram dan sejahtera. Istilah "Mangan ora mangan" melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) dan yang lain pihak tidak. Yang tidak dapat apa-apa tetap legowo atau menerima dengan lapang dada.

Dan kata dari "Sing penting ngumpul" melambangkan berpegang teguh pada persatuan, yang artinya bersatu untuk tujuan bersama.

Filosofi dari kalimat peribahasa "Mangan ora mangan sing penting kumpul" adalah filosofi yang cocok yang bisa mendasari kehidupan demokrasi bangsa Indonesia agar tujuan bangsa ini tercapai.

15.  Wong jowo iki gampang di tekuk – tekuk

Filosofi ini juga berupa ungkapan peribahasa yang dalam bahasa Indonesia adalah 'Orang Jawa itu mudah ditekuk-tekuk'. Ungkapan ini menunjukan fleksibelitas dari orang jawa dalam kehidupan. Kemudahan bergaul dan kemampuan hidup di level manapun baik miskin, kaya, pejabat atau pesuruh sekali pun. Orang yang memegang filosofi ini akan selalu giat bekerja dan selalu ulet dalam meraih cita-citanya.


Sumber