Sabtu, 17 Desember 2016

Filosofi Tumpeng

Tentu saja kita sudah tidak asing dengan istilah tumpeng. Nasi yang dibentuk seperti kerucut dan dikelilingi sayuran dan lauk –pauk yang lezat. Umumnya hidangan ini disajikan pada acara syukuran, misalnya pada saat perayaan ulang tahun.

Meskipun saat ini telah disajikan dengan berbagai macam bentuk, namun bentuk asli dari nasi tumpeng adalah kerucut yang menyerupai gunung. Masyarakat Jawa melambangkan gunung sebagai tempat yang dekat dengan langit dan surga. Maksudnya adalah menempatkan Tuhan pada posisi tertinggi yang menguasai alam dan manusia. Semua yang berasal dari Tuhan dan akan kembali pula ke Tuhan. Bentuk menggunung nasi tumpeng juga dipercaya mengandung harapan agar hidup kita semakin naik dan memperoleh kesejahteraan yang tinggi.

Sebagai pelengkap, biasanya nasi tumpeng dihidangkan dengan sayuran dan lauk. Sayuran yang disajikan umumnya adalah urap, kangkung, bayam, dan kacang panjang. Sementara lauknya ayam ingkung, ikan teri, dan telur rebus.

Urap berasal dari bahasa jawa urip (hidup) yang berarti mampu untuk menafkahi keluarga. Kangkung melambangkan sifat ulet, teguh, dan pantang menyerah, mengingat sayur ini dapat tumbuh di darat maupun di air. Bayam yang berwarna hijau melambangkan kehidupan yang aman dan damai. Kacang panjang yang disajikan tanpa dipotong melambangkan umur panjang.

Untuk lauknya, ayam disajikan utuh yang merupakan lambang ketenangan hati karena sering diartikan sebagai simbol menyembah Tuhan. Ikan teri melambangkan kebersamaan dan kerukunan. Sementara, telur rebus biasanya disajikan bersama kulitnya dan tidak dipotong-potong melambangkan semua tindakan harus terlebih dahulu direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana sehingga membentuk suatu kesempunaan.

Bahkan, cabai yang diletakkan diujung tumpeng bukan hanya hiasan lho! Cabai berwarna merah melambangkan api sebagai sumber penerangan atau teladan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar